Rabu, 20 November 2019 20:15
Raymundus (kanan), mayat Jumince Sabneno dalam seprai saat terdampar di tepi sungai Jeneberang (kiri).
Editor : Mays

RAKYATKU.COM, GOWA - Minggu malam. 17 November 2019. Di sebuah indekos di daerah Taeng, Kabupaten Gowa. Jumince Sabneno (32), batuk-batuk. Dia menahan perih di dadanya. Sudah lama dia mengidap penyakit tuberclosis (TBC).

Dia lalu meminta kepada Raymundus (32), pacarnya, untuk mengantarnya ke dokter.

"Ray, saya sudah tak tahan sakitnya," pinta Jumince.

Namun, Raymundus bergeming. "Ah...sudah. Tidur saja dulu. Sakitnya nanti akan hilang sendiri," kata buruh bangunan itu cuek.

Jumince mencoba memejamkan mata. Akhirnya, janda dua anak itu terlelap. Meski sesekali batuk membuat tubuh ringkihnya terjaga.

Raymundus lalu menatap wajah wanita yang jadi teman kumpul kebonya itu. Tiba-tiba pria ini merasa terbebani keberadaan wanita asal Kupang, NTT itu.

"Kalau dibawa ke dokter, itu butuh biaya. Dibelikan obat, juga biaya. Sedang saya hanya buruh bangunan," batin Raymundus. Dia tiba-tiba berpikir untuk melenyapkan wanita yang jadi bebannya itu.

Pada pergantian hari. Senin, 18 November 2019. Sekira pukul 01.00 Wita, Raymundus langsung meninju pipi sebelah kanan Jumince dua kali. Dia menggunakan kepalan tangan kiri. 

Saat itu, korban terbangun dari tidurnya. Dia menatap Raymundus. Pria yang dicintainya itu, telah berada di atas tubuhnya. Dengan dua telapak tangan yang besar melingkar di leher mungilnya.

Pelaku lalu mencekik leher korban dari belakang. Awalnya, Jumince berontak. Tapi apa dayanya. Tubuhnya yang ringkih tak dapat melawan tubuh Raymundus yang gempal. 

Tidak sampai satu jam, korban akhirnya meninggal. Setengah jam kemudian sekira pukul 01.30 Wita setelah mengetahui korban telah meninggal dunia, pelaku mencari sebuah bambu. Dia memukul kaki korban. Tepat di mata kaki. Itu agar kaki korban tertekuk.

Mayat korban lalu dibungkus seprai. Buntalan berisi manusia itu lalu dibawa ke arah Jembatan Barombong. Dengan Smash oranye hitam DD 2092 JM. Dibonceng di bagian depan.

Jembatan Barombong, tempat Raymundus membuang jasad korban. Di dekat kapal kayu itulah, jasad korban ditemukan terdampar.

Dari atas jembatan Barombong, buntalan itu dibuang. Sejenak, Raymundus mengikuti pergerakan buntalan itu terbawa arus air. 

Saat lenyap, dia pun berbalik arah. Menuju kembali ke Taeng. Dalam perjalanan pulang, dia berpapasan tukang bakso bermotor. Dia menghentikan tukang bakso itu.

"Ia sempat makan bakso saat pulang ke tempat tinggalnya," kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Ibrahim Tompo, Rabu (20/11/2019).

Senin pagi, nelayan menemukan sebuah benda terbungkus seprai. Terbawa arus sungai Jeneberang, menepi di daratan. Kedua ujung seprai terikat. Saat menelisik isi buntalan itu, nelayan melihat ada tubuh manusia membayang.

Mereka lalu memanggil polisi. Petugas lalu ke lokasi. Membuka bungkusan. Ternyata mayat perempuan. Petugas membawa jasad korban ke RS Bhayangkara. Setelah divisum dan diautopsi, foto wajah korban disebar.

Selasa, 19 November 2019, seorang pria yang mengaku paman korban datang ke  RS Bhayangkara. Namanya, Nimuel Baitanu. Setelah dicocokkan, ternyata ciri-ciri keponakan dan jasad yang ditemukan sama. Jasad itu adalah Jumince Sabneno. Janda dua anak. Suaminya meninggal. Pernah kerja di toko roti.

Berbekal dari info keluarga korban, polisi kemudian mengantongi identitas pria yang sering bersama korban. Pria itu, Raymundus. Polisi lalu mendatangi Raymundus di tempat kerjanya. Kepada polisi, dia akhirnya mengaku. Dia pembunuh Jumince Sabneno, pacar yang tinggal serumah dengan dia.

TAG

BERITA TERKAIT