Selasa, 12 November 2019 06:30
Editor : Alief Sappewali

RAKYATKU.COM - Media sosial menjadi panggung ghibah terbesar saat ini. Banyak orang tanpa sadar telah memakan daging sesama manusia.

 

Allah subhanahu wata'ala telah mengingatkan hal itu dalam Alquran.

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS Al-Hujurat: 12)

Imam al-Qurthubi dalam menafsirkan ayat Alquran terkait ghibah tersebut. Allah Ta'ala mengumpamakan mengenai kejahatan ghibah dengan memakan daging orang mati.

 

Orang mati tidak dapat mengetahui kalau dagingnya dimakan orang lain. Seperti saat ia hidup, tidak mengetahui orang mempergunjingkannya.

Imam al-Nawawi dalam kitab Riyadlu al-Shalihin halaman 432-433 menjelaskan tentang pengecualian kebolehan ghibah. Disebutkan bahwa ada enam ghibah yang dibolehkan, sebagai berikut:

1. At-tazhallum

Orang yang terzalimi boleh menyebutkan kezaliman seseorang terhadap dirinya dan mengadukannya kepada aparat penegak hukum dan pihak yang memiliki kompetensi dan kapasitas (qudrah) untuk menyadarkan orang yang menzalimi.

2. Al-isti’anah

Untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan perbuatan orang yang maksiat kepada kebenaran, seperti mengatakan kepada orang yang diharapkan mampu menghilangkan kemungkaran: "Fulan telah berbuat begini (perbuatan buruk). Cegahlah dia." 

3. Al-Istifta'

Meminta fatwa dan nasihat seperti perkataan peminta nasihat kepada mufti (pemberi fatwa): "Saya dizalimi oleh ayah atau saudara, atau suami…."

4. At-Tahdz?r

Mengingatkan orang-orang Islam dari perbuatan buruk dan memberi nasihat pada mereka.

5. Maksiat di Depan Umum

Orang yang menampakkan kefasikan dan perilaku
maksiatnya. Seperti menampakkan diri saat minum miras (narkoba), berpacaran di depan umum, dan sejenisnya.

6. Julukan tertentu pada seseorang. 

Apabila seseorang sudah dikenal dengan julukan tertentu seperti alA’ma (si buta), al-a’sham (si bisu) maka tidak apa-apa. Namun,
haram penyebutan julukan jika untuk menunjukkan kelemahan.

Berikut isi lengkap fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial:
 

TAG

BERITA TERKAIT