RAKYATKU.COM, JAKARTA - Komisi IX DPR RI, menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto dan pejabat BPJS Kesehatan di Ruang Komisi IX DPR RI, Senin, 11 November 2019.
Dalam rapat tersebut, anggota Komisi IX DPR RI, H. Haruna, M.A., MBA, meminta untuk disingkronkan data ketiga kementerian terkait BPJS Kesehatan. Legislator pemilik salah satu rumah sakit di Makassar ini, meminta kepada Menkes untuk melonggarkan aturan surat ijin penugasan dokter. Itu guna memenuhi ketersedian dokter di setiap rumah sakit.
Atas usulan Haji Haruna tersebut, Menteri Kesehatan RI, dr Terawan menjawab akan berkoordinasi dengan Ketua IDI Pusat dan Propinsi.
Haruna juga melemparkan pertanyaan pada rapat DPR RI dengan Kemenkes dan BPJS tersebut. Menurutnya, awalnya yang disetujui kelas 1 dan 2 yang dinaikkan. Kelas 3 tetap.
"Namun pada saat keluar Kepres tanggal 27 Oktober 2019 lalu, kenapa Kelas 3 ikut dinaikkan? Siapa yang memberi masukan kepada Presiden? Dalam kondisi masyarakat sekarang ini mampukah rakyat untuk membayar? Apakah tidak menimbulkan gejolak atau demo jilid 2?" tanyanya.
Menurut pemilik RS Wisata, Kampus UIT, dan Kembang Melati Group itu, sebelumnya masyarakat sudah mengetahui informasi bahwa Kelas 3 tidak mengalami kenaikan. Oleh karena itu, Haji Haruna menyampaikan pandangannya, agar defisit BPJS Kesehatan tidak membebani masyarakat miskin.
Dia menawarkan solusi untuk menutupi defisit tersebut. Yakni, diambil dari pencadangan devisa, dan kenaikan cukai rokok.
"60 % Defisit sudah ditanggung oleh Kelas 1 dan 2 dari defisit Rp4,2 T. Adapun defisit tunggakan Rp2,7 T saat ini dan diprediksi akhir tahun menjadi Rp31 T, pemerintah harus mengeluarkan jurus terobosan untuk menanggulangi masalah tesebut. Berdasarkn instruksi presiden meminta kepada menteri, harus punya terobosan dan lompatan serta kerja keras, sesuai visi misi presiden. Bukan membebani rakyat miskin," tegasnya.
Solusi lainnya kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini, yang Rp4,2 triliun, bisa ditopang dengan selisih perhitungan sementara Rp19.241.104 dari jumlah Kelas 3.
"Jadi pemerintah menanggung jumlah tersebut di atas Rp25.500 tarif lama, Rp42.000 tarif baru. Jadi selisih 16.500 x 19 juta pembayar BPJS bukan pekerja, termasuk buruh harian," paparnya.
Menurut Haruna, sebaiknya pemerintah berkonsultasi dengan DPR, karena banyak praktisi termasuk Haruna sendiri. Pemerintah dapat membuat tim bidang perencanaan dan staf ahli, serta birokrasi dengan menyandingkan dari praktisi yang sudah mempunyai pengalaman.
"Saya siap diundang kapanpun dan di manapun dalam kapasitas sebagai anggota DPR RI Fraksi PKB, yang telah mempunyai pengalaman sebagai praktisi selama 40 tahun," ungkapnya.