RAKYATKU.COM,MAKASSAR - Dua polisi pelaku kekerasan terhadap jurnalis sudah dijatuhi hukuman. Namun, dianggap tidak sepadan dengan pelanggarannya.
Dua polisi yang dihukum tersebut yakni Aiptu Mursalim dari Polres Takalar dan Aipda Roezky dari Polres Jeneponto. Keduanya dijatuhi sanksi disiplin berupa penahanan 21 hari dan penundaan mengikuti pendidikan selama enam bulan.
Mereka dinyatakan bersalah melanggar pasal 4 huruf a dan d pada Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian RI.
Anggota tim advokasi hukum kekerasan jurnalis, Firmansyah menilai hukuman tersebut belum memenuhi rasa keadilan bagi korban.
"Putusan tersebut sama sekali belum memberikan efek jera pada oknum anggota kepolisian dalam konteks institusi. Kekerasan terhadap jurnalis terus berulang dengan tanpa ada perbaikan secara signifikan kepada institusi," papar Firman, Jumat (1/11/2019).
Katanya, kepolisian sering mencari pembenaran bahwa keadaan sedang tak terkendali dalam pengamanan unjuk rasa. Padahal, faktanya, korban tidak berada dalam pusaran massa aksi. Situasi saat itu tidak sedang chaos.
"Justru korban berada di luar kerumunan kepolisian lantas ditarik masuk ke kerumunan. Di situ lah korban mengalami kekerasan," lanjut Firman.
"Kami juga menilai seharusnya Propam juga meminta pertanggungjawaban pimpinan. Sebab keberadaan anggota kepolisian didasarkan pada perintah pimpinan dalam rangka pengamanan unjuk rasa dan tidak berhenti pada bawahan saja," tegas Firman.
Meski demikian, pihaknya tetap mengapresiasi Bidpropam telah menegakkan disiplin anggota kepolisian.
"Dan tentu menjadi catatan penting bahwa adanya fakta empat orang yang kini telah diteruskan ke Ditreskrimum. Sekiranya Ditreskrimum sudah bisa melanjutkan laporan pidananya ke tahap penyidikan," tutupnya.