Sabtu, 26 Oktober 2019 08:01
Ronke Badru dan putranya, Abrahan Badru.
Editor : Mays

RAKYATKU.COM, LONDON - Ronke Badru berusaha tegar. Pembunuhan putranya, Abraham Badru (26), masih lekat dalam ingatannya.

 

Hari itu, Maret 2018. Abraham Badru keluar berbelanja, sebelum membawa makanan untuk ayah dan saudara perempuan tirinya.

Dia lalu mengunjungi seorang wanita antara pukul 10:20 - 22:40 waktu setempat. Kemudian, Badru mengemudi pulang. 

Selama dalam perjalanan, dia menelepon seorang wanita kedua selama 44 menit. Saat itu posisinya di Hackney, London timur. Dia masih menelepon pada pukul 24:11, ketika sebuah peluru menembus kaca jendela mobilnya, dan mengenai kepalanya.

 

Dilansir dari Dailymail, Badru telah mengubah rencananya pada menit terakhir kematiannya, dan para detektif berusaha mencari tahu siapa yang tahu di mana dia akan berada pada saat dia meninggal.

Seorang wanita berusia 18 tahun ditangkap pada November, karena dicurigai berkonspirasi untuk membunuh. Namun, dia dibebaskan dalam penyelidikan karena tidak cukup bukti.

Ronke menceritakan. Jauh sebelumnya. Pada saat Badru masih berusia 14 tahun, tepatnya 2007, dia menghentikan geng pemerkosaan. Polisi menangkap sembilan anggota geng dan Badru pada saat itu bersaksi. Hingga para anggota geng dibui. Satu di antaranya, dibui seumur hidup.

Saat para anggota geng digiring ke penjara, mereka mengancam Badru. "Awas...hati-hati kalau saya keluar nanti," ancam salah satu dari para anggota geng itu. Bahkan, rumah keluarga itu kerap dilempari telur.

Badru lalu mendapatkan piagam penghargaan dari polisi. Namun, Ronke yang khawatir atas pembalasan para anggota geng pemerkosa. Akhinrya sejak itu menyembunyikan identitas putranya. 

"Dia mengenakan topi untuk menutupi wajahnya, dan setiap kali dia ingin pergi, aku harus keluar dan memeriksa apakah ada orang di kompleks atau di taman lalu dia akan pergi," ungkapnya.

Untuk menghindari ancaman awal, Badru pergi ke barat daya Inggris untuk sekolah. Saat memperoleh gelar, dia kembali ke London pada 2016, dan mengganti panggilannya dengan "Prince", dalam upaya untuk menyembunyikan identitasnya.

"Saya merasa sulit mengawasinya terus. Saya merasa tidak memiliki kekuatan dan berharap saya punya uang untuk membelikannya rumah di daerah yang lebih aman," ujar Ronke.

Polisi masih menyelidiki motif tewasnya Badru. Termasuk ancaman pembunuhan yang dikirim oleh anggota geng, dan lainnya adalah rangkaian hubungan yang ia miliki dengan wanita yang berbeda.

Kepala Detektif Inspektur Noel McHugh yang memimpin kasus ini mengatakan, kesunyian tidak akan menghentikan perkembangan kasus. "Kami sedang berusaha untuk mendapatkan keadilan bagi Abraham dan keluarganya," ujar McHugh.

"Sungguh mengherankan ada orang-orang di luar sana yang jelas tahu persis apa yang terjadi pada Abraham malam itu, pada tanggal 25 Maret. Mereka tahu siapa yang bertanggung jawab; mereka tahu di mana senjata itu berada, dan mereka tahu mengapa Abraham ditembak," katanya.

Ronke menambahkan, setiap hari dia menangis. "Aku berusaha memasang wajah tegar kepada orang-orang, tetapi di dalam diriku aku merasa sedih," ujarnya.

"Orang-orang mengira saya betul-betul tegar. Padahal tidak. Karena Abraham adalah anak tunggal saya. Saya tidak punya anak lagi," tambahnya.

TAG

BERITA TERKAIT