Senin, 21 Oktober 2019 15:02
AFP
Editor : Suriawati

RAKYATKU.COM - Ratusan ribu orang di seluruh Lebanon turun ke jalan pada hari Minggu (20/10/2019), untuk memprotes pemerintahan yang telah berkuasa selama tiga dekade dan membawa perekonomian ke ambang bencana.

 

Media lokal melaporkan bahwa lebih dari seperempat penduduk Lebanon telah turun ke jalan untuk bergabung dalam gerakan anti-pemerintah ini.

"Media lokal mengatakan ada sekitar satu juta orang di Beirut hari ini. Kemarin sekitar 1,2 juta di seluruh negeri," kata jurnalis dan peneliti hak asasi manusia, Kareem Chehayeb.

Meskipun Libanon belum mengadakan sensus resmi dalam beberapa dekade, populasi resmi di negara itu diperkirakan hanya terdiri dari lebih dari 4 juta warga. Selain itu, negara ini adalah rumah bagi sekitar 1,5 juta pengungsi Suriah dan hampir setengah juta pengungsi Palestina.

 

Meskipun protes yang lebih kecil telah berlangsung selama berminggu-minggu, gerakan besar dimulai beberapa hari lalu, setelah pemerintah mengumumkan serangkaian pajak baru dan langkah-langkah penghematan.

Pada tahun 2018, Lebanon berada di peringkat ketiga tertinggi di dunia dalam hal rasio utang terhadap PDB, dengan total utang publik lebih dari $75 miliar.

Sementara itu, korupsi telah meluas selama beberapa dekade, karena keluarga politik terkemuka telah mempertahankan cengkeraman pada kekuasaan selama beberapa generasi.

"Mereka (politisi) telah mencuri dari orang-orang selama 30 tahun. Mereka mencuri dan mencuri dan mencuri dan mereka masih tidak merasa cukup," kata Claire Abu Rached, seorang demonstran, dikutip Abc News.

Orang-orang Lebanon telah terbiasa dengan pemadaman listrik terjadwal setiap hari, pemotongan air, serta krisis sampah yang dimulai pada tahun 2015 dan tidak pernah diselesaikan sepenuhnya.

Tapi minggu lalu, ketika pemerintah mengumumkan serangkaian pajak baru, termasuk biaya bulanan $6 untuk menggunakan layanan chat seperti WhatsApp dan Telegram, situasinya mencapai titik didih bagi sebagian besar penduduk Lebanon. 

Bahkan setelah pemerintah mengumumkan pencabutan pajak, kemarahan tetap berkobar.

"Secara umum, para pengunjuk rasa menginginkan agar pemerintah mengundurkan diri," kata Chehayeb.

Dima El-Ayache, anggota American University of Beirut Secular Club, yang telah terlibat dalam mengorganisir protes mahasiswa, mengatakan kepada Newsweek bahwa ratusan mahasiswa dari berbagai universitas telah bergabung dalam gerakan ini.

"Kami adalah korban penindasan sistematis oleh pemerintah kami sendiri," kata El-Ayache kepada Newsweek.

"Hari ini kami memberontak karena kami adalah mahasiswa yang ingin tinggal di negara yang tidak menindas kami, negara yang sekuler. Kami akan tetap berada di jalanan sampai tuntutan kami dipenuhi."

El-Ayache mengirimkan daftar tuntutan yang diajukan oleh para demonstran mahasiswa. Itu termasuk pengunduran diri pemerintah; pembatalan pajak baru; pembebasan semua aktivis yang ditahan; dll.

TAG

BERITA TERKAIT