Minggu, 06 Oktober 2019 15:18
Ilustrasi
Editor : Mays

RAKYATKU.COM, THAILAND - Jumat, 4 Oktober 2019. Persidangan kasus pembunuhan berlangsung di Pengadilan Yala, Thailand bagian selatan. Kanakorn Pianchana duduk di kursi hakim. Di depannya, ada lima terdakwa. Semuanya muslim.

 

Setelah memeriksa pokok perkara. Hakim Pianchana tahu, kelima terdakwa dijebak dengan tuduhan palsu pembunuhan.

Dia lalu mengambil palu. "Setelah menimbang dari keterangan saksi, juga bukti-bukti yang ada, kelima terdakwa dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan demi hukum," Pianchana pun mengetuk palu tiga kali. Kelima terdakwa berpelukan sambil menangis. 

Dilansir dari AFP, Pianchana lalu menyampaikan harapan, agar sistem peradilan bisa bersih. "Selama ini, sistem peradilan kita berat sebelah. Lebih berat ke kelompok yang lebih minoritas," ujarnya. 

 

"Anda perlu bukti yang jelas dan kredibel untuk menghukum seseorang. Jadi, jika anda tidak yakin, jangan menghukum mereka," kata Pianchana.

"Saya tidak mengatakan bahwa lima terdakwa ini tidak melakukan kejahatan, mereka mungkin melakukannya. Tapi proses pengadilan harus transparan dan kredibel, menghukum salah orang membuat mereka menjadi kambing hitam,” katanya lagi.

Saksi mata mengatakan, Pianchana sempat mengucap sumpah hukum di depan foto mantan raja Thailand. Dia lalu mengeluarkan pistol, dan menembak dadanya. Beruntung nyawa Pianchana masih bisa diselamatkan, setelah para petugas langsung membawanya ke rumah sakit.

"Dia sedang dirawat oleh para dokter dan sudah melewati masa bahaya," kata Suriyan Hongvilai, juru bicara Departemen Kehakiman setempat.

Menurut Suriyan, penyebab Pianchana menembak dirinya karena tekanan pribadi. Tapi penyebab pastinya masih diselidiki.

Sementara itu pengacara mengatakan, lima kliennya diputus bebas oleh Hakim Pianchana karena bukti yang disampaikan jaksa tidak cukup untuk menyatakan mereka bersalah.

“Saat ini lima terdakwa masih ditahan dan menunggu keputusan apakah jaksa penuntut mengajukan banding atas pembebasan mereka atau tidak," kata Abdulloh Hayee Abu, dari kantor Pusat Pengacara Muslim Yala.

Lebih dari 7.000 orang tewas selama 15 tahun konflik di wilayah Thailand selatan, yang mayoritas penduduknya Melayu muslim. Ribuan orang dipenjara terkait dengan pemberontakan, di bawah undang-undang darurat yang diberlakukan di wilayah bergejolak itu.

Kelompok-kelompok advokasi di Thailand selatan, menuduh pasukan keamanan Thailand membuat tuduhan palsu terhadap muslim dan menggunakan undang-undang darurat untuk menyeret mereka ke pengadilan.

TAG

BERITA TERKAIT