RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Makassar, menyoroti pernyataan Kapolres Gowa AKBP Shinto Silitonga, terkait sanksi yang akan diberikan kepada pelajar yang melakukan aksi demonstrasi, yakni tidak dapat menerima ataupun mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Dalam pernyataan Kapolres Gowa itu, pelajar dari Kabupaten Gowa yang diamankan karena akan ikut demo, tetap diberikan SKCK namun ditulis dalam SKCK tersebut pernah melanggar hukum.
Pernyataan itu dianggap keliru oleh LBH pers. Pasalnya, pelajar tersebut tidak melanggar hukum sesuai dalam UU No 9/1998, akan tetapi pelajar itu hanya ingin menyuarakan aspirasinya dan menyuarakan aspirasi dilindungi oleh negara bukan dianggap melanggar hukum.
Apalagi, pelajar tersebut belum sempat ikut aksi unjuk rasa saat diamankan oleh personel kepolisian. Para pelajar baru sampai di Flyover dan langsung diamankan oleh personel kepolisian kemudian diangkut ke Polda Sulsel.
Bahkan, staf LBH Pers Makassar, Firmansyah menilai, langkah yang diambil oleh Polres Gowa merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang (UU) tentang menghalangi rakyat menyuarakan aspirasinya dan demonstrasi itu adalah hak rakyat Indonesia
"Saya pikir itu perbuatan semena-mena, jika alasannya karena ikut demonstrasi, maka patut dipertanyakan apa dasar hukumnya? Demonstrasi itu hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi, sehingga tidak ada alasan polisi untuk tidak memberikan SKCK, dan itu jelas sangat intimidatif," tegas Firman.
Demonstrasi yang dilakukan oleh pelajar tersebut, lanjut Firman, merupakan hak berekspresi untuk menyatakan pendapat dan pikiran.
Justru, kata Firman, UU No 9/1998 mengamanahkan untuk menjamin hak setiap orang untuk menyatakan pendapat dan pikiran, bukan malah melarangnya.
"Sikap kepolisian terhadap siswa tersebut dengan mengancam tidak memberikan SKCK kepada siswa tersebut, ucapan yang aneh," ujar Firman.
"Bagaimana mungkin orang tidak diberikan SKCK, sementara siswa tersebut bukan sedang menjalankan kejahatan. Ini kan sangat tidak masuk akal," tandas Firman.
Salah satu tim hukum LBH Pers, Kadir Wokanubun menambahkan, penyampaian pendapat dan berekspresi adalah hak asasi setiap warga negara. Hak asasi tersebut melekat pada setiap warga negara, termasuk anggota kepolisian jika merasa hak-haknya dilanggar, dalam konteks hak sipil politik maupun hak ekosob secara luas. Setiap warga negara berhak menyampaikan pendapat jika menganggap terjadi ketidakadilan atau kekeliruan dalam kebijakan yang dikeluarkan negara.
"Respons Kapolres Gowa terhadap adanya penyampaian aspirasi 17 siswa SMA di antaranya, yang kemudian dicatat dalam catatan kriminal kepolisian dan dianggap tidak berhak menerima SKCK merupakan tindakan yang keliru, irrasional dan kedangkalan dalam mengambil keputusan," tegas Kadir.
Dia menilai, langkah menghukum 17 anak muda tersebut memiliki catatan kriminal, karena ikut aksi adalah tindakan yang tidak bisa diterima secara hukum, sebab mereka adalah calon pemimpin yang menyampaikan aspirasi dan mengasah daya kritis sebagai warga negara yang dijamin oleh UU.
"Apa yang mereka lakukan itu, bukanlah sebuah kejahatan," tegas Kadir.
Kadir menyebutkan, Kaplores Gowa seharusnya memberi suppport kepada anak-anak muda tersebut dengan memberi ruang untuk aspirasi mereka, supaya sampai ke pemerintah, bukan malah mengubur mimpi-mimpi mereka untuk jadi pemimpin.
"Langkah Kapolres Gowa itu sangat berbahaya, sebab bisa menjadi preseden buruk dalam hal menyampaikan pendapat di depan umum, dan akan menjadi preseden yang bisa saja diikuti oleh polres-polres lainnya," tegasnya.
"Kapolres Gowa keliru menyatakan anak-anak muda tersebut sebagai pelaku kriminal. Ini adalah prejudice yg melabrak asas presumption of innoncence. Sebaiknya, Polres Gowa fokus saja untuk mengurus kasus-kasus korupsi yang mendapat perhatian luas oleh publik," tegas Kadir.
Pihaknya berharap, Kapolres lebih proporsional dalam merespons aksi-aksi dan sikap kritis anak- anak muda di Gowa.
"Belajarlah menghormati ekspresi anak muda, bukan menghukum tanpa sebab yang jelas," pungkas Kadir.
Sebelumnya, Kapolres Gowa, Shinto Silitonga mengklaim, apa yang telah dilakukan para pelajar ini, merupakan sebuah pelanggaran, khususnya dalam UU No 9/ 1998.