Minggu, 22 September 2019 20:02
ILUSTRASI. Wisatawan di Bali
Editor : Alief Sappewali

RAKYATKU.COM - Siapakah yang lebih patut didengar dalam merancang undang-undang? Para pencinta negeri ini atau justru yang hendak melegalkan kemaksiatan?

 

Sejumlah pasal yang mendapat penolakan dalam revisi undang-undang KUHP (RKUHP) terbilang masuk akal. Namun, beberapa lainnya, justru berdampak positif.

Salah satu yang menimbulkan pertanyaan adalah penolakan terhadap pasal-pasal perzinahan. RKUHP sudah sangat baik dalam mencegah kemaksiatan merajalela.

Namun, sejumlah pihak justru menolaknya. Pelaku pariwisata di Bali, misalnya, secara resmi menolak pasal-pasal itu karena dianggap berpotensi mengganggu industri andalan di Pulau Dewata.

 

"Kami dari insan pariwisata sangat konsen menjaga pariwisata Bali, untuk itu akan mengajukan usulan revisi tertulis kepada parlemen (DPR RI) atas beberapa pasal yang dinilai dapat berdampak negatif kepada pariwisata Bali khususnya," ujar Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati.

Sejumlah pasal yang sementara akan diusulkan untuk ditinjau kembali itu seperti bab tentang perzinahan, yakni pasal 417 dan 419 RKUHP. Pasal ini dalam implementasinya dianggap akan sangat menyentuh ranah privat masyarakat. Mereka khawatir wisatawan asing jadi korban karena KUHP Indonesia menganut azas teritorial seperti yang termaktub dalam pasal 2 KUHP yang berlaku saat ini.

Wagub Bali ini mengatakan, wisatawan berpikir dua kali untuk berwisata ke Indonesia. Bila RKUHP berlaku tentunya pasal-pasal seperti yang disebutkan tadi dapat saja menjadi ancaman bagi mereka.

Dia mencontohkan, pasal 432 RKUHP yang kurang lebih berbunyi, “...... wanita pekerja yang pulang malam bisa dianggap sebagai gelandangan....dan seterusnya”. 

Padahal, lanjut Cok Acce, dalam dunia industri pariwisata tidak tertutup kemungkinan pekerja wanita pulang malam karena tuntutan pekerjaan dan pelayanan dalam dunia pariwisata.

Ketua Bali Tourism Board (BTB), Ida Bagus Agung Partha Adnyana menambahkan, tamu yang datang ke hotel juga bakal merasa tidak nyaman karena harus memperlihatkan dokumen nikah. 

Akibatnya, kata dia, ini akan menjadi ancaman dan bisa menjadi penyebab defisit kunjungan wisatawan ke Bali.

Dia menegaskan hal ini bisa menjadi kesempatan bagi kompetitor Bali seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia mengambil alih wisman yang takut terhadap aturan yang diberlakukan di Indonesia.

Berikut ini beberapa pasal RKUHP yang mencegah kemaksiatan merajalela yang justru banyak ditentang:

Pasal Aborsi

Prinsipnya, semua bentuk aborsi adalah bentuk pidana dan pelaku yang terlibat dipenjara. Namun RUU KUHP memberikan pengecualian bagi korban perkosaan, termasuk tenaga medisnya tidak dipidana.

Selain itu, pasal aborsi juga tidak menghapus UU Kesehatan soal aborsi. Pasal 75 UU Kesehatan selengkapnya berbunyi:

1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

3. Semua Persetubuhan di Luar Pernikahan Dipidana

RUU KUHP meluaskan makna zina. Pasal 417 ayat 1 berbunyi:

Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda kategori II.

Nah, siapakah yang dimaksud 'bukan suami atau istrinya'? Dalam penjelasan disebutkan:

1. Laki?laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;

2. Perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki?laki yang bukan suaminya;

3. Laki?laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;

4. Perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki?laki, padahal diketahui bahwa laki?laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau

5. Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.

Pasal Pencabulan Sesama Jenis

Pasal Pencabulan diluaskan maknanya. Dalam draf itu bisa dikenakan kepada pencabulan sesama jenis, sepanjang dilakukan di depan umum.

Berikut bunyi lengkap Pasal 421:

1. Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya:

a. di depan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori III.

b. secara paksa dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

c. yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

2. Setiap Orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa orang lain untuk melakukan perbuatan cabul terhadap dirinya dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

"Yang dimaksud dengan 'perbuatan cabul' adalah segala perbuatan yang melanggar norma kesusilaan, kesopanan, atau perbuatan lain yang tidak senonoh, dan selalu berkaitan dengan nafsu birahi atau seksualitas," demikian penjelasan Pasal 421.

Pelaku Kumpul Kebo Dipidana 6 Bulan

Pelaku kumpul kebo dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II (maksimal Rp 10 juta).

TAG

BERITA TERKAIT