Jumat, 13 September 2019 20:15
Chicha Koeswoyo
Editor : Mays

RAKYATKU.COM - Chica Koeswoyo yang merupakan putri pentolan Koes Plus, Nomo Koeswoyo, ikut merasakan duka mendalam kehilangan seorang tokoh bangsa, Prof Dr Ing BJ Habibie, yang meninggal Rabu, 11 September 2019 lalu di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

 

Rasa kehilangan itu, dia tuangkan dalam bentuk surat untuk anak Indonesia. Berikut isinya:

Surat untuk Anak Indonesia:
NAK, KENANG DAN BELAJARLAH PADA EYANG HABIBIE

Nak,
Saat ini, Indonesia sedang berduka. Seorang guru bangsa, baru saja meninggalkan kita. Ia eyangmu, Nak. Eyang BJ Habibie.

 

Sebagaimana orang baik, ia meninggalkan banyak cinta. Dan lihat, bahkan dalam kepergiannya, ia masih bisa menyatukan kita, bangsa Indonesia. Menyatukan kita dalam doa yang sama. Dalam doa penuh cinta.

Nak,
Belajarlah pada eyangmu ini. Hampir di seluruh hidupnya ia jalani dengan hanya menaruh jejak baik. Sejak ia kecil sepertimu, dalam disiplin dan kesederhanaan hidupnya ia menuntut ilmu ke Jerman, menjadi teknolog terkemuka di negeri orang, memiliki 46 hak cipta di bidang teknologi penerbangan, lalu ia tinggalkan semuanya demi negeri ini, pulang ke tanahmu, Nak, untuk mendermakan dirinya bagi bangsa. Bangsa kita, Indonesia tercinta.

Nak,
Kenanglah eyangmu yang membuat kita bangga. Yang mengenalkan kita pada pentingnya teknologi sebagai bagian untuk memanusiakan hidup. Yang menginspirasi jutaan anak muda lainnya, untuk mengikuti jejaknya. Bahwa hidup harus punya mimpi, dan bahwa mimpi harus kembali dijadikan hidup.

Dengan semangatnya, kita bisa menciptakan pesawat. Dipandang dunia. Lalu dari sana, lahir para teknolog yang kemudian membuat negeri kita laju.

Eyangmu ini berpikir melesat ke depan, Nak. Karena mimpinya, ia ingin negeri kita meletakkan derap langkah ekonominya berjejak pada teknologi. Orang menyebutnya Habibienomics. Tapi eyangmu tak peduli dengan istilahnya apa. Yang ia inginkan, Indonesia maju setara dengan negara industri lainnya. Sebagai negara produsen, bukan konsumen. Walau ada banyak yang tak sepaham dan menyebut belum saatnya Indonesia melakukan itu. Semangat Eyangmu tetap tak padam. Begitu juga, telah seharusnya, semangat itu nyala di dada kita Nak. Dada yang ingin menjadikan Indonesia ini ada di depan, bukan di belakang.

Dan eyangmu tak hanya jagoan di teknologi. Kebaikannya, meletakkan ia menjadi pemegang keputusan, saat Indonesia ada di persimpangan. Sebagai penjabat Presiden, di tahun 1998, Eyang Habibie menyelamatkan demokrasi Indonesia. Ia menjadi jembatan untuk Indonesia kembali melaju di tatanan yang baik, hingga sekarang.

Nak, banyak hal yang mesti kamu pelajari dari Eyangmu. Bukan cuma gairah di dunia teknologi. Tapi juga kesetiannya dalam mencintai. Rasa cinta itulah yang mendasari kebaikannya. Cinta pada dunianya. Cinta pada sesamanya. Cinta pada negerinya. Cinta pada rakyatnya. Bahkan kamu harus belajar, Nak, bagaimana eyangmu begitu setia mencintai isterinya.

Cinta Eyang Habibie pada Eyang Ainun, isterinya, tak pupus bahkan ketika kematian memisahkan mereka. Saat Eyang Ainun wafat, cinta Eyang Habibie semakin hidup dan subur.

Dengan cinta itu, bahkan Eyang Habibie tak pernah takut pada apapun. Termasuk kematian. Eyang Habibie bahkan pernah bilang: "Aku tak pernah takut pada datangnya kematian. Karena aku tahu, yang pertama bakal menyongsongku adalah Ainun."

Indah sekali ya, Nak. Eyangmu bukan cuma seorang teknolog. Tapi juga guru. Guru kehidupan.

Mari kita doakan, Nak. Semoga dari cintanya, tumbuh ratusan juta cinta lainnya, yang saling terkait, lalu membawa negeri kita damai, penuh semangat, dan melesat ke depan.

Mari kita doakan, Nak, semoga kebaikan Eyang Habibie, menjadi saksi bagi kemuliaannya di Sisi Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Amin.

CHICHA KOESWOYO

TAG

BERITA TERKAIT