RAKYATKU.COM, JENEPONTO -- Asap hitam tampak mengepul di kawasan kantor PLTU Punagaya, Jeneponto, di Desa Punagaya, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Rabu (4/9/2019). Ban-ban bekas nyaris ludes dilalap api di depan kantor pembangkit berkekuatan 2x100 MW itu.
"Tiga sumur Kawali Dg Awing tidak dapat digunakan lagi. Karena sumur diduga mengandung Dissolve Solid, kekeruhan dan salinitasi memiliki tingkat keasinan tinggi," jelas orator aksi, Edi Subarga.
Puluhan temannya meneriakkan yel-yel, membenarkan orasi Edi. Mereka membawa bendera Merah Putih, juga bendera berwarna hitam.
Aksi tersebut dipicu keluhan warga atas nama Kawali, pegusaha air bersih di sekitar PLTU. Dia merasa dirugikan akibat limbah abu batu bara PLTU Punagaya.
Akibatnya, Kawali dg Ngawing merasa dirugikan hingga miliaran rupiah. Sementara pihak PLTU Punagaya, hanya menjanji-janji untuk diganti rugi, namun hingga kini tak direalisasikan.
"Mendesak pihak PLN Persero untuk membayarkan biaya kompensasi secara keseluruhan. Serta mendesak Dinas Lingkungan Hidup Sulsel, untuk meninjau masyarakat setempat," sebutnya.
Ia juga mendesak Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Sulsel memeriksa kembali Amdal, izin tempat penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) PLTU Punagaya.
"Serta izin pembuangan air limbah ke laut. Kami juga mendesak pihak PLN untuk memperhatikan proses pembangunan infrastruktur dan melibatkan pekerja lokal," tambahnya.
Pantauan Rakyatku.com, puluhan aparat kepolisian dari Polres Jeneponto dan Polsek Bangkala, melakukan pengamanan aksi.