Kamis, 29 Agustus 2019 04:00
Syamsuddin Alimsyah (kiri) bersama anggota DPR RI, Andi Mariattang.
Editor : Alief Sappewali

RAKYATKU.COM - Bakal calon bupati Bulukumba, Syamsuddin Alimsyah berani adu konsep. Salah satunya terkait nasib tenaga honorer.

 

Nasib honorer ini sempat dipertanyakan salah seorang anggota grup WhatsApp dimana Syamsuddin Alimsyah ada di dalamnya.

"Assalamu alaikum Kak Syam, kira-kira kalo Kak Syam jadi bupati, bagaimana nasibnya honorer di lingkup Pemda Bulukumba baik dari naungan Dikbud maupun Depag?" tanya salah satu anggota grup.

Menanggapi hal tersebut, Syamsuddin Alimsyah menjelaskan, secara umum sekarang ini sedang bergulir proses revisi UU ASN di DPR. Hanya saja, pemerintah daerah selama ini terkesan kurang respons.

 

Padahal, salah satu aspirasi yang kuat diatur dalam revisi UU ini adalah nasib honorer yang akan diperjuangkan pengangkatan CPNS.

Sejatinya, lanjut Syamsuddin, sekarang ini semua daerah bergerak diminta atau tidak diminta ikut berpartisipasi desakan percepatan UU tersebut. 

Pemerintah daerah dan DPRD sebagai wakil rakyat sejatinya menggunakan momentum ini berpartisipasi percepatan revisi UU tersebut, bila memang serius. 

Selama ini, lanjut dia, ada persepsi keliru seolah pemda dan DPRD tidak ada ruang berpartisipasi dalam pembahasan UU, kecuali kalau diundang. 

Dijelaskan Syamsuddin, terlepas agenda UU tersebut, ada beberapa hal yang bisa dilakukan.

Pertama, segera update data. Memastikan update data pegawai dan honorer yang ada sekarang sebagai data base lengkap profile masa pengabdian, lokasi kerjanya, dan lain-lain.

Tujuannya meyakinkan pusat bahwa pengangkatan CPNS sudah kebutuhan mendesak sesuai data, yakni beban kerja dan ketersediaan tenaga.

Misalnya, setiap sekolah berapa PNS dan berapa honorer dan lain-lain. Faktanya, perbandingannya dalam satu sekolah bisa hanya dua guru PNS, sisanya 6-8 orang honorer.

"Data ini alasan pengajuan membuka formasi CPNS kepada pusat dengan prioritas tenaga honorer. Jangan misalnya, guru atau kesehatan atau penyuluh dibutuhkan tetapi tenaga atau keahlian lain yang direkrut," kata pendiri Kopel Indonesia ini.

Kedua, bagi honorer kategori dua (K2) harus diperjuangkan sungguh-sungguh, maksimal diangkat PNS. Apalagi ada yang sudah pernah dinyatakan lulus.   

"Ini jumlahnya besar. Saya kira ini segera butuh kepastian," sebut Syamsuddin yang juga suami anggota DPR RI, Andi Mariattang itu.

Lebih lanjut dijelaskan Syamsuddin, bila honorer yang pengabdiannya sudah cukup lama dan tidak memenuhi syarat PNS, maka pemerintah sejatinya mengangkat sebagai PPPK tanpa tes. 

Ketiga, menggunakan pendekatan insentif  kesejahteraan. Bagi tenaga honorer yang tidak lolos seleksi CPNS dan atau bukan PPPK,  pemerintah harus mengkonsolidasi, mendata ulang menerbitkan SK bagi tenaga honorer atau memperbarui SK atas nama pemerintah daerah.

Atas dasar SK tersebut, pemda bertanggung jawab memastikan dan mengalokasikan anggaran khusus insentif bagi honorer dalam APBD. 

"Selama ini honorer di sekolah-sekolah nasibnya kian tak pasti karena hanya bergantung pada dana Belanja Operasional Sekolah (BOS) yang dari pusat. Itu pun tidak menentu jumlahnya, bergantung banyaknya siswa," kata Syamsuddin. 

Menurutnya, pemda wajib mengalokasikan anggaran dalam APBD membayar gaji THR melebihi standar UMR dan bonus kinerja sesuai beban waktu tugas.

"Daerah lain sudah banyak menerapkan ini. Kuncinya pemda dan DPRD harus bersama-sama membangun komitmen mengelola pemerintahan secara efektif dan tidak berprilaku boros," tegas Syamsuddin yang pernah mendapat penghargaan pejuang transparansi pemerintahan.

TAG

BERITA TERKAIT