RAKYATKU.COM - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengeluh. Anggarannya pada 2020 dikurangi menjadi hanya Rp54 miliar.
Ada penurunan Rp11 miliar dibandingkan anggaran tahun 2019 yang mencapai Rp65 miliar. Dana Rp54 miliar dianggap hanya cukup untuk empat bulan.
Padahal, LPSK mengusulkan anggaran yang jauh lebih besar, yakni Rp156 miliar.
"Anggaran terendah yang diterima oleh LPSK sepanjang lima tahun terakhir," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (25/8/2019).
Selama ini, anggaran untuk LPSK fluktuatif. Namun, cenderung menurun dari tahun ke tahun. Lembaga ini pernah mendapatkan anggaran Rp75 miliar hingga Rp150 miliar.
Menurut Hasto, penyerapan anggaran LPSK setiap tahun hampir 100 persen. Penurunan anggaran itu terus terjadi karena LPSK tidak berdiri sebagai lembaga negara mandiri, melainkan satuan kerja Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).
"Sehingga kalau anggaran di Kemensetneg itu turun, kita juga ikut turun. Dan rupanya anggaran di Kemensetneg dari tahun ke tahun itu turunnya cukup signifikan," ujar Hasto seperti dikutip dari Kompas.com.
Hasto menguraikan, dari Rp54 miliar tahun 2020 itu, sebanyak Rp42 miliar di antaranya digunakan untuk pembayaran gaji pegawai dan operasional kantor.
Hanya Rp12 miliar yang bisa digunakan untuk membiayai program perlindungan saksi dan korban.
Dengan besaran anggaran demikan dan jumlah terlindung LPSK yang di tahun 2019 mencapai 3.179 orang, menurut Hasto, LPSK hanya mampu bekerja selama 3-4 bulan pertama.
"Artinya, dalam delapan bulan kemudian, LPSK terpaksa tutup mata atas kebutuhan saksi dan korban terhadap situasi yang mengancam jiwanya, pemberian bantuan medis, dan lainnya," kata Hasto.