RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Gubernur Sulsel sudah merampungkan perbaikan laporan hasil pemeriksaan. Laporan Pansus Angket itu, akan diserahkan kepada Pimpinan Dewan dalam Rapat Paripurna DPRD Sulsel, Jumat besok (23/8/2019).
"Sudah selesai perbaikannya, dan siap untuk di-Paripurnakan," kata Ketua Pansus Hak Angket Gubernur Sulsel, Kadir Halid sesaat lalu, Kamis (22/8/2019).
Kata Kadir, dalam proses perbaikan itu, tidak banyak yang berubah. Hanya perbaikan sejumlah kata dan kalimat saja, sesuai dengan aturan perundang-undangan berdasarkan rekomendasi Pimpinan Dewan pada rapat pimpinan beberapa hari yang lalu.
"Ada beberapa memang yang kita perbaiki. Tapi secara substansi dalam laporan itu, tetap sama," tambah Kadir.
Kata Kadir, dalam proses perbaikan ini berjalan lancar. Selain anggota Pansus Hak Angket, tim ahli yang juga terlibat dalam pemeriksaan, juga diikutkan pada proses perbaikan tersebut.
Sebelumnya, pada Rapat pimpinan (rapim) DPRD Sulsel yang digelar di ruang pimpinan Kantor DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Senin (19/8/2019), memutuskan mengembalikan laporan panitia hak angket untuk diperbaiki.
Wakil Ketua DPRD Sulsel, Ni'matullah Erbe menyebut, jika secara umum sistematika penulisan dan penyajian laporan hak angket masih perlu diperbaiki.
Hal tersebut, katanya, juga berdasarkan masukan dari hampir seluruh fraksi dan pimpinan yang hadir dalam rapim tersebut.
"Pertama, sistematika penulisannya harus lebih runut agar mudah dipahami. Kedua, kalimat-kalimatnya itu harus kalimat yang memiliki kaidah dan narasi yang sesuai undang-undang," ungkap Ulla, sapaan akrabnya.
Ulla mencontohkan kata "pemakzulan" yang pada dasarnya tak ada dalam bahasa undang-undang. Oleh karena itu, katanya, rapim menyarankan panitia hak angket agar mengubah atau mengganti penggunaan kata pemakzulan dalam laporannya.
"Dalam undang-undang kita tak mengenal kata pemakzulan. Yang ada dalam undang-undang itu kata pemberhentian tetap. Pemakzulan itu bahasa politik bukan bahasa undang-undang. Istilahnya tidak baku. Bahasa bakunya atau yang ada dalam undang-undang itu adalah pemberhentian tetap. Nah, bahasa-bahasa seperti itu harus dikoreksi dan diperbaiki supaya kita tidak cenderung bicara di luar normatif," tutup ketua Demokrat Sulsel ini.