Kamis, 08 Agustus 2019 06:30
Suasana saat jemaah haji wukuf di Arafah beberapa waktu lalu.
Editor : Alief Sappewali

RAKYATKU.COM - Tak satu pun manusia bisa menjamin bebas dari dosa dalam hitungan menit. Apalagi berhari-hari, berbulan-bulan, hingga bertahun-tahun.

 

Namun, Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Diciptakan sejumlah momentum yang dapat dijadikan kesempatan bagi manusia untuk menghapuskan dosa yang telah dilakukan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Salah satunya adalah 10 awal Zulhijah. Amalan yang dikerjakan pada hari-hari itu lebih mulia dibandingkan jihad fii sabilillah. Kecuali, orang yang berjihad itu tidak kembali lagi.

Dalam 10 hari itu, satu hari di antaranya memiliki keutamaan yang luar biasa, yakni Hari Arafah, 9 Zulhijah. Bagi yang sedang tidak melaksanakan ibadah haji, maka disunnahkan berpuasa.

 

Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Puasa Arafah (9 Zulhijah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim No 1162)

Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (6: 428) berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah, yakni disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. 

Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl.

Ibnu Muflih dalam Al Furu’ -yang merupakan kitab Hanabilah- (3: 108) mengatakan, “Disunnahkan melaksanakan puasa pada 10 hari pertama Zulhijah, lebih-lebih lagi puasa pada hari kesembilan, yaitu hari Arafah. Demikian disepakati oleh para ulama.”

Mengenai pengampunan dosa dari puasa Arafah, para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dosa kecil. 

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika bukan dosa kecil yang diampuni, moga dosa besar yang diperingan. Jika tidak, moga ditinggikan derajat.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51) 

Sedangkan jika melihat dari penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah, bukan hanya dosa kecil yang diampuni, dosa besar bisa terampuni karena hadits di atas sifatnya umum. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 7: 498-500).

TAG

BERITA TERKAIT