Rabu, 31 Juli 2019 10:08
Dirut BPJS, Fahmi Idris
Editor : Alief Sappewali

RAKYATKU.COM - Premi Jaminan Kesehatan Nasional BPJS Kesehatan segera naik. Pemerintah sudah menyetujui kenaikannya. Tinggal pembahasan secara teknis.

 

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris telah bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/7/2019). 

"Prinsipnya kami setuju, namun perlu pembahasan lebih lanjut," ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait hasil pertemuan itu, Selasa (30/7/2019).

Menurut JK, angka kenaikan premi BPJS Kesehatan nantinya akan dibahas oleh tim teknis. Selain kenaikan premi, sistem manajemen juga tengah dibenahi.

 

Dia mengatakan, premi atau iuran selama ini terlalu rendah. Tidak cukup untuk membiayai proses pengobatan dan perawatan peserta BPJS Kesehatan. Defisit BPJS Kesehatan akan terus membengkak bila tak ada perubahan dalam jumlah iuran. 

"Masyarakat harusnya menyadari semuanya bahwa iurannya itu rendah. Kalau kita tidak perbaiki BPJS ini, ini seluruh sistem kesehatan kita runtuh. Rumah sakit tidak terbayar, bisa sulit dia, bisa tutup rumah sakitnya. Dokter tidak terbayar, pabrik obat tidak terbayar tilidak pada waktunya gitu kan? Bisa pabrik obat atau pedagang obat bisa juga defisit nanti," urai JK.

BPJS Kesehatan memproyeksikan potensi defisit keuangan perusahaan sampai akhir tahun ini bisa mencapai Rp28 triliun. Prakiraan angka tersebut berasal dari defisit tahun ini yang diproyeksi Rp19 triliun dan utang tahun lalu Rp9,1 triliun. 

"Itu bergerak ya, karena itu rencana kerja anggaran," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris di kompleks kepresidenan, Jakarta, Senin (29/7/2019).

Salah satu opsi yang dilirik untuk mengatasi defisit, yakni dengan mengerek naik premi iuran. Saat ini, premi iuran peserta BPJS Kesehatan dibagi berdasarkan kelas peserta. 

Untuk kelas 1 sebesar Rp80 ribu per bulan, kelas 2 Rp51 ribu per bulan, dan kelas 3 Rp25.500 per bulan. 

Beberapa waktu lalu, Fahmi Idris mengatakan, dalam hitungan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), iuran ideal untuk masyarakat di rumah sakit kelas tiga harusnya Rp50 ribu per bulan. Rumah sakit kelas 2 sebesar Rp63 ribu per bulan dan kelas 1 senilai Rp80 ribu per bulan. 

Pada pelaksanaannya hanya iuran kelas I yang iurannya sesuai Rp80 ribu per bulan. Untuk peserta kelas III hanya membayar Rp25.500 per bulan, artinya harus disubsidi Rp24.500 per bulan. Peserta kelas II bayar Rp51 ribu per bulan dan dapat subsidi Rp12.000 per bulan.

Saat iuran tidak ideal, biaya berobat peserta tergolong tinggi. Penyebabnya, tingginya insiden penyakit kronis dan BPJS Kesehatan tidak membatasi biaya kesehatan peserta. 

"Kalau BPJS Kesehatan rata-rata pendapatan per bulan sekitar Rp6,4 triliun sementara beban operasional Rp7,4 triliun. Jadi ada defisit sekitar Rp1 triliun per bulan," ujar Fahmi. 

Tingginya biaya kesehatan peserta dan tak idealnya pungutan premi ini membuat BPJS Kesehatan mengalami kesulitan arus kas dan harus menunggak tagihan rumah sakit yang masuk.

TAG

BERITA TERKAIT