RAKYATKU.COM,BANTAENG - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menganggap Pemerintah Kabupaten Bantaeng belum mampu melakukan deteksi dini terkait kekerasan terhadap anak.
Per Juni 2019 Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PMDPPPA) Bantaeng mencatat ada enam kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan selama tahun 2019. Yaitu kasus pemerkosaan anak, kasus KDRT, kasus persekusi dan kasus pernikahan anak.
"Walaupun enam kasus namun dari sisi deteksi dini belum mampu dilakukan. Sehingga jatuh dulu korban baru kita ketahui baik kasus pernikahan usia anak, persekusi dan KDRT," ungkap Komisioner KPAI, Jasra Putra kepada Rakyatku.com, Minggu (21/7/2019).
Olehnya itu, Jasra mengaku setuju dengan adanya Perda Perlindungan anak untuk membangun sistem perlindungan anak terintegrasi antar Organisasi Perangkat Dinas (OPD) dalam melakukan program pecegahan, penanganan kasus, rehabilitasi.
Apalagi Kabupaten Bantaeng telah meraih penghargaan Kabupaten Layak Anak (KLA) sebanyak tiga kali. Yakni pada tahun 2014, 2017, dan 2018.
"Apakah masih layak sebagai kabupaten layak anak, tentu harus dilihat dari 26 indikator penilaian yang dilakukan oleh Kementerian Pembedayaan Perempuan dan Perlindungan Anak," ungkapnya.
Kabupaten/Kota Layak Anak, kata dia, ada 26 indikator dengan mencakup lima klaster hak anak di antaranya hak sipil dan partisipasi, kesehatan, keluarga dan pengasuhan alternatif, pendidikan dan budaya dan waktu luang, perlindungan khusus yang terdapat dalam UU 35 tahun 2014 sebanyak lima bentuk perlindungan khusus.
Jasra mengatakan, kabupaten/kota menuju layak anak itu merupakan kewajiban daerah untuk mewujudkan. Hal ini sesuai dengan UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 21 ayat 4-5.
"Oleh sebab itu tingkatan KLA mulai dari pratama sampai kota layak anak merupakan bentuk nyata kewajiban daerah serta keberpihakanya terhadap nasib anak di daerah tersebut. Sebab negara atau keluarga tidak boleh membiarkan anak menentukan nasibnya sendiri tanpa bantuan kita semua," jelasnya.
"Kalau statusnya pratama (awal pengajuan) untuk naik sebagai Nindya tentu kasus-kasus anaknya harus dilihat dari respon cepat Pemda. Selanjutnya dilihat juga apakah pemda memiliki regulasi perlindungan anak, program, SDM dan anggaran daerah terkait perlindungan anak," tuturnya.
KLA, lanjut dia, bahwa tidak dalam artian jika tidak kekerasan terhadap anak. "Namun terlihat dari 26 indikator KLA. Mulai dari regulasi sampai pada desa/dusun yang ramah serta respons terhadap perlindungan anak," imbuhnya.
Dalam rangka Hari Anak Nasional 23 Juli 2019 yang akan dilaksanakan di Makassar, KPAI berharap bisa memberikan semangat bagi daerah di Sulawesi Selatan untuk lebih giat lagi melakukan upaya-upaya perlindungan dan pemehuhan hak-hak anak.
"Tentu indikatornya sejauh mana Pemerintah Bantaeng telah efektif melakukan kerja-kerja perlindungan anak termasuk mendorong keterlibatan masyarakat, LSM dan orang tua untuk peduli terhadap anak-anak di Bantaeng," imbaunya.
"Selamat Hari Anak Nasional 23 Juli 2019. Komitmen, inovasi, dan dampak program Perlindungan Anak mesti kita kumandangkan di berbagai pelosok negeri," katanya.