Rabu, 10 Juli 2019 09:22
Editor : Andi Chaerul Fadli

RAKYATKU.COM - Seorang mahasiswa asal Australia yang dikeluarkan dari Korea Utara membantah bahwa ia memata-matai negara otoriter itu ketika tinggal di sana.

 

Alek Sigley (29) dibebaskan minggu lalu setelah ditahan selama beberapa hari. Pemerintahan di Pyongyang kemudian menuduhnya mempromosikan propaganda terhadap negara itu secara online, dikutip dari Asia One, Rabu (10/7/2019).

"Tuduhan bahwa saya adalah mata-mata adalah (sangat jelas) salah," tulisnya di Twitter, menambahkan bahwa ia "sehat secara mental dan fisik".

"Saya masih sangat tertarik pada Korea Utara dan ingin melanjutkan penelitian akademis dan pekerjaan lain yang terkait dengan negara itu. Tetapi saya saat ini tidak memiliki rencana untuk mengunjungi negara itu lagi, setidaknya dalam jangka pendek," tulisnya.

 

Kicauan itu adalah komentar pertama yang membahas insiden dari Sigley, yang merupakan salah satu dari segelintir orang Barat yang tinggal dan belajar di Korea Utara.

"Saya mungkin tidak akan pernah lagi berjalan di jalanan Pyongyang, sebuah kota yang memegang tempat yang sangat istimewa di hati saya," tambahnya.

"Saya mungkin tidak akan pernah lagi melihat guru dan mitra saya di industri perjalanan, yang saya anggap teman dekat. Tapi itulah kehidupan."

Penahanannya, yang memicu kekhawatiran mendalam tentang nasibnya, datang hanya beberapa hari sebelum KTT Kelompok 20 (G-20) dan pertemuan penting antara Presiden Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.

Sigley, yang fasih berbahasa Korea, mengorganisir tur ke Korea Utara dan menjalankan sejumlah situs media sosial yang memposting aliran konten apolitis tentang kehidupan di salah satu negara paling rahasia di dunia.

Dia juga menulis kolom untuk situs web spesialis NK News, yang oleh media pemerintah Korea Utara disebut sebagai outlet berita anti-rezim dalam sebuah laporan pada hari Sabtu.

Dalam laporan itu juga mengatakan negara itu telah mendeportasi Sigley karena memata-matai.

NK News telah merilis pernyataan yang membantah tuduhan itu, yang menurut mahasiswa itu dia lakukan.

Kasus ini diperumit oleh kurangnya perwakilan diplomatik Australia di Korea Utara, dengan utusan Swedia membantu menegosiasikan pembebasannya.

TAG

BERITA TERKAIT