RAKYATKU.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, akhirnya menyerah pada kanker paruparu stadium 4B yang menggerogoti tubuhnya.
Kabar wafatnya Sutopo diinformasikan Direktorat Pengurangan Risiko Bencana BNPB lewat akun Twitter-nya.
"Telah meninggal dunia Bapak @Sutopo_PN , Minggu, 07 July 2019, sekitar pukul 02.00 waktu Guangzhou/pukul 01.00 WIB. Mohon doanya untuk beliau," demikian cuitan di akun Twitter PRB BNPB.
Ungkapan bela sungkawa untuk Sutopo pun berseliweran di media sosial, menandakan Sutopo adalah orang yang dikenal tulus dalam bekerja.
Pria kelahiran Boyolali 7 Oktober 1969 silam itu, memang berangkat dari bawah. Masa kecilnya diwarnai keprihatinan.
Dilansir dari Suara.com, Sutopo Purwo Nugroho merupakan anak pertama dari pasangan Suharsono Harsosaputro dan Sri Roosmandari. Orangtuanya yang berprofesi sebagai guru, mengontrak rumah gedek alias rumah bambu di Boyolali.
Sutopo bercerita, rumah gedek itu bolong-bolong, dimakan rayap, lantainya dari tanah dan belum ada listrik.
Sutopo mengaku, 49 tahun lalu tidak dilahirkan di rumah sakit, melainkan di rumah dengan bantuan bidan. Dia lahir beralaskan tikar pinjaman dari tetangga.
Masa-masa prihatin pria yang akrab disapa Pak Topo itu, berlanjut ketika mulai beranjak dewasa. Ia mengatakan, untuk bisa makan telur saja mesti menunggu waktu yang spesial, seperti Hari Raya Lebaran.
Duduk di kelas 5 SD, Sutopo Purwo Nugroho mengaku masih merasakan pergi sekolah tanpa sepatu. "SD kelas 5 saya masih nyeker. Saya mengalami betul itu namanya susah," kenangnya.
Namun, keterbatasan ekonomi itu tak menyurutkan semangat Sutopo kecil untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Setelah menamatkan SD, SMP dan SMA di Boyolali, ia melanjutkan kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM). Di kampus bergengsi inilah ia menyabet gelar S-1 geografi pada 1993, bahkan menjadi lulusan terbaik.
Belum puas dengan gelar tersebut, Sutopo Purwo Nugroho lalu melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan berhasil meraih gelar S2 dan S3 di bidang hidrologi.
Dia sempat melamar jadi dosen, karena cita-citanya ingin menjadi seorang guru seperti ayahnya. Sayang dia gagal. Dia lulus jadi ASN di BNPB, ditempatkan di UPT Hujan Buatan dan Teknologi Mitigasi Bencana.