Selasa, 02 Juli 2019 12:33
Ilustrasi
Editor : Mulyadi Abdillah

RAKYATKU.COM - Kejadian gelombang panas dan suhu tinggi di wilaya Iraq, Kuwait dan Arab, disebut tidak adanya kaitannya dengan kejadian embun beku dan suhu dingin di Dieng dan Bromo.

 

Dilansir dari situs BMKG, fenomena embun beku dan suhu dingin di wilayah Dieng dan Bromo lebih disebabkan oleh variasi musiman suhu di periode musim kemarau yang dipengaruhi angin monsun Australia serta topografi wilayah tersebut.

"Pada periode musim kemarau, kurangnya tutupan awan menyebabkan radiasi balik gelombang panjang pada saat malam hari semakin kuat dan lebih banyak dilepas langsung ke atmosfer. Akibatnya, permukaan tanah dan atmosfer bagian bawah lebih cepat mendingin, bahkan hingga dibawah titik beku nol derajat yang menciptakan fenomena embun beku," bunyi penjelasan Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG, pada Senin (1/7/2019)

Selain itu, faktor elevasi/ketinggian tempat menentukan suhu di tempat tersebut, daerah yang memiliki ketinggian lebih tinggi akan memiliki suhu lebih dingin dibandingkan dengan daerah yang memiliki ketinggian rendah.

 

Suhu akan menurun sebesar 0.65° C tiap 100 meter seiring dengan bertambahnya ketinggian suatu tempat. Oleh karena itu sejumlah daerah seperti Bromo atau dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah yang terletak pada ketinggian 2093 meter dapat mencapai suhu yang sangat dingin bahkan hingga di bawah 0° C.

Dampak musim kemarau yang menyebabkan suhu relatif dingin pada malam hari di wilayah Indonesia bagian selatan juga disebabkan oleh meningkatnya hembusan Angin Monsun Australia yang membawa massa udara kering dan dingin.

Berdasarkan pengamatan Suhu Minimum Harian oleh Stasiun Observasi BMKG menunjukkan wilayah Ruteng (Satarcik) dan Malang (Tretes) masih mencatat keadaan suhu paling dingin dalam beberapa hari terakhir. Pencatatan suhu minimum menunjukkan 10,4° C di Tretes dan 13,8° C di Bandara Frans Sales Lega, Ruteng per 27 Juni 2019.

TAG

BERITA TERKAIT