Sabtu, 15 Juni 2019 07:00
Syaikh Hisam Thiyara Al-Damshy (kiri)
Editor : Alief Sappewali

RAKYATKU.COM - Banyak yang penasaran yang irama asli azan Bilal bin Rabah. Suara Syaikh Hisam Thiyara Al-Damshy ini disebut-sebut paling mirip.

 

Syaikh Hisam Thiyara Al-Damshy secara khusus berguru untuk menemukan suara asli bilal. Dia akhirnya mendapatkan sanad yang tersambung hingga Bilal bin Rabah.

Suara azan Bilal itu diperdengarkan Syaikh Hisam Thiyara Al-Damshy seperti dikutip dari Shirathal Mustaqim TV.

Bilal adalah salah satu sahabat yang sangat kehilangan ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wafat. Saat jasad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hendak dimakamkan, Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan. 

 

Tiba di lafaz "asyhadu anna Muhammad rasuulullah (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)", suaranya terbata-bata.

Kesedihan menguasai dirinya. Segenap kaum Muslim pun menangis. Mereka menyadari, sosok mulia yang teramat dicintai itu telah meninggal dunia.

Sebuah riwayat menyebutkan, Bilal bin Rabah semenjak wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hanya melakukan azan tiga hari. Dia tak selalu tersungkur dan menangis saat tiba pada lafaz tersebut.

Sedemikian sedihnya Bilal akan kehilangan Rasulullah, sampai-sampai dia sempat meminta izin kepada khalifah agar boleh pergi dari Madinah. Sebab, kenangan-kenangan akan tetap menghantuinya.

Sampailah hari ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mendatangi Bilal bin Rabah melalui mimpi. Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata kepadanya, “Wahai Bilal, mengapa engkau tidak pernah menjengukku lagi?” 

Seketika sang sahabat ini terhenyak. Begitu terbangun, Bilal begitu terkejut lantaran kata-kata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam itu membuatnya ingin beranjak. Dia pun segera pulang ke Madinah.

Kedatangan Bilal bin Rabah diterima dua cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Hasan dan Husain. Sebelumnya, Bilal telah berziarah ke makam Nabi shallallahu alaihi wasallam. Kedua cucu sosok paling mulia dalam sejarah itu lantas meminta Bilal supaya mengumandangkan azan begitu waktu salat tiba.

Pada saat bersamaan, Umar bin Khattab yang telah menjadi khalifah ikut memohon Bilal untuk mengumandangkan azan. Bilal pun memenuhi permintaan itu.

Inilah saat-saat yang teramat dirindukan segenap warga Madinah. Kota itu seakan-akan diliputi kebisuan. Hanya suara azan Bilal yang menggema ke segala penjuru.

Betapa terkesimanya mereka karena merasa zaman kembali berputar, seperti ketika masih bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Seluruh orang keluar dari rumah masing-masing. Tangis pun pecah mengiringi usainya azan dari lisan Bilal bin Rabah.

Namun, azan yang dikumandangkannya tidak sampai utuh. Saat dia menyerukan lafaz "Allahu akbar", untuk kemudian disambung dengan "Asyhadu an laa ilahaillallah," Bilal tampak masih sanggup, meskipun air mata mengalir di wajahnya.

Begitu hendak mengumandangkan "Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah", sontak seluruh penduduk Madinah menangis dan meratap. Mereka teringat akan masa-masa indah bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Umar bin Khaththab paling keras suara tangisnya.

Bilal pun tak sanggup meneruskan azannya. Air matanya terus mengalir. Hari itu menjadi azan pertama dan terakhir bagi Bilal setelah Rasulullah wafat. Azan yang tak bisa dirampungkan.

Perasaan Bilal masih belum kuasa untuk tetap tinggal di Kota Nabi, Madinah. Hanya beberapa hari di sana, Bilal bin Rabah pun pergi ke Damaskus.

Suatu saat, Umar bin Khaththab melintasi wilayah Suriah. Di kota itu, sang khalifah kembali bertemu dengan Bilal bin Rabah. Ia bersyukur menjumpai sosok yang lama meninggalkan Madinah itu dalam keadaan sehat.

Satu permintaan dari Khalifah Umar, yakni agar Bilal mengumandangkan azan. Ia sungguh-sungguh merindukan suara azan, sebagaimana di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hidup.

Tidak kuasa, Umar bin Khaththab menangis lantaran mengingat kenangan-kenangan bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam begitu mendengarkan lantunan azan dari lisan Bilal.

Sampai ajal menjemputnya, Bilal bin Rabah menetap di Damaskus. Ia wafat pada tahun 20 Hijriah.
 

TAG

BERITA TERKAIT