RAKYATKU.COM - Pertemuan Presiden ketiga RI, BJ Habibie dengan Presiden Joko Widodo berlangsung Jumat (24/5/2019). Namun, potongan video pernyataan Habibie masih viral.
Dalam video berdurasi 2:20 menit itu, Habibie seolah-olah menangkap kesan adanya diskriminasi pasca pilpres. Apalagi setelah sejumlah tokoh dijadikan tersangka.
Usai menyampaikan selamat kepada Presiden Joko Widodo, Habibie mengingatkan agar presiden terpilih memihak kepada seluruh rakyat. Bukan hanya kepada yang memilihnya.
"Kalau Anda menjadi presiden kan tidak akan memihak yang memilih Anda saja kan, semua," kata Habibie.
Habibie sangat yakin Jokowi bisa melanjutkan program sesuai rencana dan semua membantu supaya terlaksana.
"Kita semua membantu supaya terlaksana. Dan nanti pada pemilu lima tahun lagi setiap orang boleh. Tapi ngapain kita hilang waktu dan duit dan ada risiko tinggi. Hanya memperjuangkan kepentingan mungkin satu orang satu grup, 'no way'," kata Habibie.
Dalam kesempatan itu, Habibie juga mengaku sepakat dengan Jokowi bahwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dan stabilitas dan proses pemerataan dan masa depan bangsa tidak ada tawar menawar.
"Itu harga mati. Dan siapa saja yang nanti akan memimpin dan sedang memimpin, dia tidak memimpin yang memilihnya, dia memimpin seluruh bangsa Indonesia. Kita tidak dibenarkan," kata Habibie.
Dia pun mengatakan, setiap lima tahun, ada pemilihan presiden. Karena itu, disesalkan bila sampai ada perpecahan.
"Apa kita akan mengambil risiko menghambat pembangunan, mengambil risiko bahwa kita bisa diadu domba, pecah dan sebagainya, nggak ada itu. Dan kalau disamakan dengan keadaan pada waktu 98, rusuh. Banyak laporan seperti itu. Tidak ada," kata Habibie.
Habibie juga menegaskan keadaan yang berkembang saat ini jelas berbeda dengan keadaan yang terjadi pada tahun 1998.
"Dan kalau disamakan dengan keadaan waktu Bapak tahun ‘98, 'its not true'. Banyak laporan Anda tahu sendiri, tidak ada," kata BJ Habibie.
Menurut dia, apa pun yang terjadi dalam konstelasi politik saat ini sejatinya telah disepakati sendiri oleh masyarakat. Termasuk dalam penentuan calon-calon peserta Pilpres dalam pemilu langsung.
"Ini ada masalah, loh dua orang, ada yang bilang sama saya, Pak kenapa hanya dua itu. Loh kamu yang tentukan mekanismenya, kalau enggak benar, mau lebih banyak silakan tentukan. Kalau enggak cukup faksinya lha harus dalam hal ini juga diberikan kemungkinan ditentukan oleh yang tidak 'interested' pada politik atau dinamakan 'silence majority'. Ya harus dibuat. Dia juga boleh," tutur Habibie.
Menurut dia, sejatinya Indonesia mempunyai alternatif sebagaimana pengalamannya yang telah mengalami tiga generasi sejak generasi 45.
"Anda ini anak dari cucu intelektual semua. Nah kalau mau anggap saya berhasil, Anda juga harus lebih hebat daripada saya. Itu tolak ukurnya," ucapnya.