Kamis, 11 April 2019 02:30
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar menggelar nonton bareng (Nobar) film dokumenter, Sexy Killers, Rabu malam (10/4/2019).
Editor : Alief Sappewali

RAKYATKU.COM - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar menggelar nonton bareng (Nobar) film dokumenter, Sexy Killers, Rabu malam (10/4/2019). Acara itu digelar di sekretariat AJI Makassar, Jalan Toddopuli VII Makassar.

 

Nobar ini dihadiri beberapa elemen masyarakat, di antaranya mahasiswa, jurnalis, seniman, aktivis hukum, dan organisasi lainnya. Hadir sebagai pembicara Edy Kurniawan Wahid, kepala Divisi Tanah dan Lingkungan Hidup LBH Makassar dan Irwan AR, pekerja seni sekaligus jurnalis.

Usai nobar, dilanjutkan dengan diskusi. "Setelah menonton film ini, reaksi pertama saya merasa mual. Apakah kita dibodohi atau kita yang memang bodoh," ungkap Irwan AR.

Irwan AR menyebut, pada awalnya film ini mempertontonkan pasangan yang sementara berbulan madu. Kemudian masuk ke dalam dan mempertontonkan tentang suasana di Indonesia, tentang tambang yang dikuasai corporate dan mengancam masyarakat kecil. AR juga menyinggung tentang film Sexy Killers yang tidak ditemukan di situs pencarian, Google.

 

"Pada awalnya film adalah dokumenter merepresentasikan kenyataan. Film ini diawali orang yang lagi bulan madu, berhasrat. Selanjutnya memberi penjelasan bagaimana listrik bisa sampai ke dalam kamar. Bisa saja ini menjadi strategi opening film. Jika searching di Google, maka yang akan muncul jadi film horor," tambahnya.

Sementara itu, Edy Kurniawan Wahid menyebut film Sexy Killers ini menyajikan setidaknya ada lima isu. Di antara isu yang dimaksud yakni politik demokratis, isu penegakan hukum dan HAM, isu lingkungan hidup, agraria, dan isu tenaga listrik.

"Film ini hadirkan isu politik demokrasi dimana dihadirkan tentang debat pilpres. Dipertontonkan pula kelompok oligarki yang menguasai hayat hidup orang banyak. Ini hanya sebagaian kecil karena hanya tambang," ungkap Edy.

"Selanjutnya isu penegakan hukum dan HAM. Dimana ada petani ditangkap. Hukum terlihat tajam ke bawah tumpul ke atas. Dalam film ada yang divonis tiga bulan penjara saat mempertahankan haknya karena melawan perusahaan," ungkapnya.

Selain itu, Edy juga menyinggung tentang lingkungan hidup yang rusak akibat pertambangan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan dan masyarakat setempat. Termasuk warga transmigrasi di Kalimantan yang pada akhirnya terancam oleh perusahaan tambang batu bara.

"Warga yang sebelumnya merupakan transmigrasi justru menjadi terancam. Di sisi lain kerusakan lingkungan hidup terjadi. Bahkan kerusakan karang pun terjadi akibat tongkang pembawa batu bara untuk kepentingan pembangkit listrik," tambahnya lagi.

Nurdin Amir, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar mengatakan, film dokumenter ini membuka lebih jauh mata kita tentang bisnis pertambangan batubara dan bisnis pembangunan PLTU di Indonesia. 

Film ini juga dikatakan memberikan gambaran terkait para aktor yang berada di belakang bisnis raksasa ini dan bagaimana posisi mereka dalam kontestasi Pemilu 2019.

"Film ini mengajak masyarakat berpikir cerdas terkait pilihan politiknya. Bahwa persoalan bangsa hari ini bukan hanya masalah perebutan kekuasaan. Dan bagimana melihat masalah sosial dan oligarki yang bermain dalam kontestasi politik. Semoga film ini memberikan kecerdasan bagi masyarakat," ungkap Nurdin Amir yang baru saja terpilih sebagai ketua AJI Kota Makassar dalam Konferensi Kota (Konferta) X.

TAG

BERITA TERKAIT