Minggu, 07 April 2019 19:08
AFP
Editor : Suriawati

RAKYATKU.COM - Rwanda telah memulai 100 hari berkabung untuk lebih dari 800.000 orang yang dibantai dalam genosida seperempat abad lalu.

 

Pada hari Minggu Presiden Paul Kagame memulai masa berkabung dengan menyalakan api zikir di Kigali Genocide Memorial, di mana lebih dari 250.000 korban diyakini dimakamkan.

Kebanyakan dari mereka yang tewas adalah orang-orang Tutsi. Mereka dihabisi oleh pasukan genosida Hutu, anggota tentara tua dan pasukan milisi yang disebut "Interahamwe".

Mereka memulai kampanye kematian berdarah mereka pada 7 April 1994, sehari setelah pembunuhan Presiden Juvenal Habyarimana, seorang Hutu.

 

Beberapa orang tewas tertembak, tapi kebanyakan dipukuli atau ditebas dengan parang.

Pembunuhan itu berlangsung sampai Kagame (yang saat itu berusia 36 tahun) memimpin Front Patriotik Rwanda (RRF) ke Kigali pada 4 Juli. Upanya berhasil mengakhiri pembantaian dan mengambil kendali negara yang hancur itu.

Kagame sekarang berusia 61 tahun dan dia telah berkuasa sejak saat itu.

Kini dia memimpin upacara untuk mengenang semua korban genosida. Setelah menyalakan api, dia akan berbicara di Pusat Konvensi Kigali, sebuah auditorium berbentuk kubah di pusat ibukota.

Itu adalah sebuah bangunan modern yang melambangkan regenerasi Rwanda sejak masa-masa kelam 1994.

Kagame kemudian akan memimpin penjagaan di lapangan sepak bola utama negara itu. Stadion Nasional Amahoro - yang namanya berarti "perdamaian" dalam bahasa Kinyarwanda Rwanda, digunakan oleh PBB selama genosida untuk melindungi ribuan orang minoritas Tutsi dari pembantaian.

Dalam beberapa tahun terakhir, upacara telah memicu kilas balik yang menyakitkan bagi sebagian hadirin. Banyak dari mereka menangis, gemetar, menjerit, dan pingsan di tengah-tengah suasana tenang.

Bagi banyak orang yang selamat, kesedihan masih meliputi karena tubuh orang yang mereka cintai belum ditemukan dan banyak pembunuh masih bebas.

TAG

BERITA TERKAIT