Minggu, 07 April 2019 16:48
Tamsil Linrung
Editor : Mays

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Akademisi Unhas, Dr Aswar Hasan, mengulas kehidupan Tamsil Linrung yang diambil dari buku "Biografi dan Perjalanan Tamsil Linrung, Politik untuk Kemanusiaan" yang ditulis Lina M Komarudin. 

 

Lahir dan dibesarkan sebagai anak guru, dan dari kecil diharapkan mengikuti jejak orang tuanya menjadi guru. Namun takdir berkata lain. Tamsil Linrung justru menjadi pebisnis sukses dan politisi mumpuni, yang banyak membela dan mengayomi kaum lemah. 

Gagal masuk Sekolah Pendidikan Guru (SPG) karena tidak memenuhi syarat tinggi badan (kurang dua sentimeter). Namun, ia sukses menjalani tes masuk Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Makassar. Ia termasuk mahasiswa yang cerdas dan kritis, yang kemudian lebih dikenal sebgai aktivis kampus. 

Karena sikap kritisnya yang berpihak pada keadilan demi membela hak dan kepentingan mahasiswa, ia pun terkena schorsing yang lagi-lagi membuatnya kandas menjadi guru. 

 

Namun, akhirnya takdir mengantarnya menjadi tokoh politik nasional yang dihormati oleh kawan dan disegani oleh lawan.    

Sejak kecil dikenal sebagai anak yang cerdas dan pandai bergaul. Kepandaiannya, melebihi anak seumurnya, sehingga ketika ketika pertama kali masuk sekolah di kelas satu, ia dinaikkan ke kelas dua. 

Tak lama kemudian, dipindahkan lagi ke kelas tiga, hingga akhirnya diposisikan di level kelas empat. 

Sejak kecil, Tamsil telah menampakkan keistimewaan yang jarang dimiliki oleh anak sezamannya. Raja Segeri bahkan pernah berpesan kepada Tuan Guru Linrung, ayahannda Tamsil, untuk menjaga baik-baik anaknya, karena menurut Raja, suatu saat sang anak akan menjadi seorang yang luar biasa. 

Ketika itu, Raja mengucapkannya di hadapan Tuan Guru Linrung, sembari mengusap kepala Tamsil kecil, lalu memberinya hadiah. 

Raja sangat senang melihat Tamsil kecil yang lincah dan periang. 

Ketika beranjak dewasa, Tamsil sudah menampakkan bakat wirausaha yang memandirikannya selama dalam proses pendidikan. 

Ia membiayai kehidupan pendidikannya, bahkan secara kecil-kecilan, secara ekonomi telah membantu meringankan beban keluarga. 

Kematangannya sebagai politisi yang humanis, sangat ditunjang oleh latar belakanngya sebagai aktivis kampus dalam kapasitasnya sebagai organisatoris. 
Posisi di setiap jabatan organisasi yang pernah diembannya membuatnya selalu menonjol, karena organisasi yang digerakkan dengan jabatan yang diembannya, selalu sukses dengan terobosan kegiatan yang inovatif. 

Tamsil menyadari betul, bahwa jika seorang aktivis sedang sendiri, maka ia haruslah membaca buku. Bila berdua, maka berdiskusilah. Sedang bila bertiga atau berempat, atau lebih banyak lagi, maka bergeraklah. 
Aktivis mahasiswa adalah seorang intelektual yang tak boleh antipati terhadap kehidupan sosial politik dan ekonomi di lingkungannya. Kaum intelektual, seperti warga negara lainnya, sama-sama mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk mengabdi kepada negara. 
Seorang intelektual, jelas sebagai entitas yang diharapkan mampu memberikan pengimbangan peranan Negara dalam pengelolaan politik, ekonomi, dan sosial. 

Bila diibaratkan sekumpulan mutiara yang berkumpul di dalam wadah yang sama, maka Tamsil adalah mutiara yang paling bersinar. Ia adalah mutiara paling indah di antara mutiara lainnya. 

Ya, Tamsil memang aktivis yang sangat populer di kalangan mahasiswa, dosen, bahkan masyarakat sekitar. 
Tak ada resep khusus yang dijalaninya sehingga ia bisa memiliki pancaran (kharisma) yang lebih terang. 
Baginya, menjalani hidup itu satu saja yang dipegang, yaitu bagaimana menjadi lebih bermamfaat bagi orang lain. 

Dalam kiprah bisnisnya, Tamsil tidak menjadikan keuntungan sebagai target utama yang segala-galanya. Dalam bisnisnya, selalu ada maksud untuk melakukan pemberdayaan dengan misi kemanusiaan. 

Bagi Tamsil, berbisnis tidak semata mencari keuntungan, tetapi bagaimana bisnis itu bisa memberdayakan umat dan bermamfaat bagi sesama.  

Sementara itu, dalam dunia politik, Tamsil berpendirian, bahwa kesalehan politik adalah kesalehan yang amat tinggi, sebab ia mencakup kesalehan pribadi (spritual transenden), kesalehan sosial, kesalehan lingkungan, dan kepedulian terhadap segenap bangsa dan kemanusiaan. Inilah yang kemudian disebut sebagai politik untuk kemanusiaan.

TAG

BERITA TERKAIT