RAKYATKU.COM - Wanita Selandia Baru yang mengenakan jilbab untuk menunjukkan solidaritas Muslim telah menghadapi reaksi keras dari aktivis. Aksi itu justru dinilai tidak memberdayakan perempuan.
Jumat lalu, para wanita di negara itu mengenakan jilbab sebagai bagian dari kampanye Head Scarf for Harmony. Itu dimulai oleh seorang dokter yang mendengar tentang seorang wanita yang terlalu takut untuk keluar karena dia merasa jilbabnya akan menjadikannya target terorisme.
Selain kampanye itu, Perdana Menteri Jacinda Ardern juga telah mengenakan penutup kepala saat mengunjungi para keluarga korban penembakan masjid. Karena itu, Ardern mendapat pujian luas.
Namun para pembela hak-hak perempuan mengatakan itu adalah masalah sensitif bagi banyak perempuan yang berkampanye menentang kewajiban mengenakan jilbab.
Para kritikus mengambil contoh, bahwa perempuan di negara-negara Muslim konservatif seperti Iran dan Arab Saudi terpaksa menutup kepala demi kesopanan atau mencegah risiko ditegur, didenda atau ditangkap.
"Ketika kita melihat wanita non-Muslim mengenakan jilbab untuk solidaritas wanita Muslim, itu sangat ironis dan bertentangan karena pengalaman kita dengan jilbab tidak memberdayakan atau mengangkat dalam arti politik," kata Maryam Lee, seorang advokat dan penulis hak-hak wanita Muslim di Malaysia, yang memilih untuk tidak memakai jilbab.
"Saya berharap [Ardern] tidak melakukannya tapi saya mengerti dari mana dia berasal, karena dia bukan seorang Muslim dan bukan dari negara mayoritas Muslim."
Lee menilai bahwa para wanita di Malaysia yang memilih untuk tidak mengenakan jilbab sekarang akan menerima lebih banyak pelecehan dan tekanan untuk mengenakan jilbab, karena tindakan Ardern.