RAKYATKU.COM - Sebuah kelompok Muslim Prancis menggugat Facebook dan YouTube karena menyiarkan penembakan di Selandia Baru.
Dewan Perancis untuk Kepercayaan Muslim (CFCM) mengatakan mereka mengambil tindakan terhadap dua perusahaan itu karena "menyiarkan pesan dengan konten kekerasan tentang terorisme, atau yang cenderung melanggar martabat manusia dan bertanggung jawab untuk dilihat oleh anak di bawah umur."
Di Prancis, pelanggaran-pelanggaran ini dapat membawa hukuman hingga tiga tahun penjara dan denda 75.000 Euro.
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan lima hari setelah penembakan, Facebook mengatakan menghapus video asli "dalam beberapa menit" setelah diperingatkan oleh polisi Selandia Baru.
Dikatakan bahwa tidak ada pengguna yang melaporkan klip 17 menit itu, meski telah dilihat sekitar 4.000 kali di media sosial itu sebelum diturunkan.
Rekaman itu kemudian diposting ulang di YouTube, dan platform lain yang berebut untuk memblokir dan menghapusnya.
Segera setelah penembakan itu, para raksasa teknologi mendapat kecaman keras karena ketidakmampuan mereka untuk menghentikan peredaran konten yang menggambarkan kekerasan dan aksi teror.
Dalam pidato parlemen pada 18 Maret, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern berbicara tentang peran perusahaan teknologi dalam menyebarkan konten ekstremis.
Komite untuk Keamanan Dalam Negeri AS juga menerbitkan surat terbuka kepada CEO Facebook, YouTube, Twitter dan Microsoft. Isinya menyerukan kepada perusahaan-perusahaan untuk “memastikan bahwa ketenaran yang dikumpulkan oleh video viral di platform Anda tidak menginspirasi tindakan kekerasan selanjutnya."