RAKYATKU.COM - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan kembalinya pernikahan usia anak yang terjadi di Sulawesi Selatan.
Diketahui, beberapa waktu lalu terjadi pernikahan pasangan di bawah umur AA (16) dan DA (14) di Desa Lanyer, Kelurahan Galung Maloang, Kota Parepare. AA (16), warga Lanyer, Kelurahan Galung Maloang, Kecamatan Bacukiki, Kota Parepare, akhirnya mempersunting kekasihnya DA (14), warga Kabupaten Sidrap.
Komisioner KPAI, Jasra Putra menganggap negara tidak berdaya dengan berulangnya kejadian pernikahan usia anak.
"Belum terlihat upaya serius pemerintah baik daerah maupun pusat untuk mencegah terjadinya pernikahan usia anak. Terutama mengandalkan orang tua sebagai garda terdepan untuk melakukan pencegahan pernikahan usia anak, ternyata dengan berbagai alasan dan persoalan tidak mampu menghindari pernikahan usia anak," ujar Jasra dalam keterangan tertulis kepada Rakyatku.com, Rabu (6/3/2019).
Ia menuturkan, bahwa KPAI sangat menyesalkan dan memandang pola pernikahan usia anak yang terus berulang dengan jarak waktu yang tidak lama tentu harus menjadi perhatian semua pihak.
"Terutama pemerintah daerah, tokoh agama dan masyarakat bersama orang tua untuk melakukan gerakan luar biasa untuk melakukan pencegahan terjadinya pernikahan anak. Sebab kalau tidak dilakukan tentu akan membahayakan kualitas masa depan anak bangsa," katanya.
Jasra membeberkan, bahwa penelitian membuktikan bahwa dampak pernikahan anak 80 persen menjadi putus sekolah, memperburuk dan meningkatkan angka kematian ibu melahirkan.
"Bagi keluarga kurang mampu justru memperburuk ekonomi keluarga bahkan ada kecenderungan menambah beban serta mewariskan kemiskinan keluarga, karena pasangan mempelai tidak memiliki pendidikan yang baik, maka sulit bekerja di sektor-sektor formal," ungkapnya.
Selain itu, dampak pernikahan usia anak, kata Jasra, bahwa yang dipastikan secara emosional tidak matang, kehidupan keluarga tidak harmonis dan bahkan bercerai.
"Jadi fungsi-fungsi keluarga untuk anak yang melakukan pernikahan usia anak tidak bisa berjalan secara baik," bebernya.
Dirinya pun meminta pemerintah, masyarakat, dan keluarga terus bersinergi untuk melindungi anak-anak dari pernikahan usia anak.
"Pelaminan bukan tempat yang layak untuk anak. Maka mari kita setop pernikahan usia anak dengan berbagai upaya, negara tidak boleh kalah dan membiarkan generasinya tidak memiliki kualitas kehidupan yang lebih baik," tegasnya.
Saat ini KPAI sedang melakukan kajian dengan para pihak pasca keputusan Mahkamah Konstitusi terkait menaikkan usia menikah dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Dimana hasil kajian komprehensif tersebut akan diserahkan ke DPR sebagai lembaga yang diamanahkan untuk melakukan revisi UU tersebut," ujarnya.
Pada momentum Pemilu 2019, para calon presiden dan wakil Presiden, calon anggota legislatif khususnya dapil Sulawesi Selatan ditantang untuk merespons persoalan pernikahan usia anak tersebut.
"Bagi capres dan cawapres perlu memikirkan dan mencari solusi jitu terkait pernikahan usia anak di Indonesia yang cukup tinggi. Hampir 300 ribu setiap tahunnya pernikahan usia anak berlangsung," katanya.