Rabu, 20 Februari 2019 05:30
Photo Source: Aji Setyawan/Antara
Editor : Fathul Khair Akmal

RAKYATKU.COM - Setelah dihebohkan dengan kasus obesitas yang menimpa warga Kalimantan Tengah bernama Titi Wati, muncul kembali kasus obesitas lainnya. Kali ini terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah. Seorang pemuda berusia 22 tahun bernama Bimo Putro Prakoso menderita obesitas parah hingga bobotnya kini mencapai 250 kg. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

 

Bimo mengalami obesitas sejak kelas 3 SD
Pria yang tinggal di kawasan Rejosari, Semarang Timur ini mengaku kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Ia hanya bisa berbaring atau duduk. Meskipun mampu berdiri, ia kesulitan untuk melakukannya. Bimo juga tidak lagi mampu berjalan jauh. Bahkan, untuk mengatur napasnya saja Bimo kesulitan.

Ibu Bimo, Wiwik menyebut Bimo terlahir dengan kondisi yang normal. Saat masih anak-anak, kondisi badannya juga wajar sebagaimana anak-anak pada umumnya, namun, mulai kelas 3, badannya mulai terlihat membesar, seperti dikutip dari doktersehat.com. Karena kedua anak lainnya tidak mengalami hal yang sama, Wiwik menganggap Bimo hanya mengalami kelebihan berat badan yang biasa saja.

Sayangnya, berat badan Bimo terus meningkat sehingga membuat tubuhnya terus membesar. Wiwik yang khawatir pun memeriksakan kondisi buah hatinya ke dokter. Saat itulah ia mengetahui bahwa Bimo mengalami kelainan hormon yang membuatnya tak lagi bisa mengendalikan berat badannya.

 

Meskipun mengalami obesitas, Bimo masih bisa melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang SMA. Sayangnya, setelah lulus, Bimo kesulitan mencari perguruan tinggi yang bisa membantunya beraktivitas. Kebanyakan perguruan tinggi tidak memiliki lift yang bisa membantunya naik turun lantai atau tempat duduk yang muat baginya.

“Kalau melihat badannya sih saya kira tidak ada kampus yang cocok bagi kondisinya,” ujar Wiwik.

Porsi Makan Bimo enam kali sehari
Bimo mengaku porsi makannya tidaklah berbeda dari porsi makan orang normal, namun frekuensi makannya yang tidak bisa ia kendalikan. Sebagai contoh, Ia bisa makan hingga 6 kali dalam sehari.

“Makan besar mungkin masih bisa tahan, tapi kalau ngemil saya tidak bisa menguranginya,” cerita Bimo

Bimo bahkan sampai memilih untuk sering bermain gawai demi membuatnya lupa makan. Meski terlihat tidak sehat, pilihan ini dianggap lebih baik daripada terus makan dan membuat berat badannya terus melonjak.

“Saya kalau kelamaan tidak melakukan aktivitas akhirnya ingin ngemil. Karena alasan inilah saya lebih memilih main ponsel agar lupa makan,” ungkapnya.

Bimo juga mengalami pusar berdarah
Selain menderita obesitas parah, Bimo juga mengalami gangguan kesehatan lainnya. Sebagai contoh, masalah asam lambung tinggi bisa saja menyerangnya setiap saat. Bahkan, pusarnya terkadang mengeluarkan darah. Meskipun Bimo mengaku sangat gerah, ia memilih untuk tetap memakai baju demi menutupi kondisi pusarnya yang berdarah.

“Saya sudah beberapa kali ke rumah sakit, tapi dokter menyarankan saya untuk menjalani operasi pengecilan lambung. Biayanya mahal, keluarga kami tidak sanggup,” keluhnya.

Seperti Apa Itu Operasi Pengecilan Lambung?
Pakar kesehatan menyebut operasi pengecilan lambung atau bypass lambung memang bisa membantu menurunkan berat badan atau mengatasi masalah obesitas. Operasi yang juga dikenal sebagai bedah bariatrik ini memang belum banyak dilakukan di Indonesia, namun mulai sering diminati oleh mereka yang ingin mengatasi masalah berat badannya.

Hanya saja, tidak sembarang orang bisa menjalaninya. Sebagai contoh, mereka yang ingin menjalani operasi ini sebaiknya memiliki indeks massa tubuh lebih dari angka 35 atau 40. Selain itu, pasien juga biasanya memiliki indikasi terkena penyakit lainnya seperti diabetes, hipertensi, gangguan pernapasan, atau penyakit kardiovaskular.

Pasien juga memiliki usia 18 hingga 60 tahun meskipun dalam beberapa kasus khusus bisa dilakukan di usia yang lebih muda. Selain itu, biaya untuk menjalaninya bisa mencapai Rp45 – Rp60 juta, cukup mahal untuk kebanyakan masyarakat Indonesia.

TAG

BERITA TERKAIT