Sabtu, 16 Februari 2019 19:14
Daeng Kenna, istri Daeng Pole di gubuknya.
Editor : Alief Sappewali

RAKYATKU.COM,TAKALAR - Kasus penganiayaan yang dialami Faisal Daeng Pole (38) mengungkap fakta lain. Dia salah satu "korban" pendataan warga kurang mampu.

 

Bersama istri dan anaknya, Daeng Pole tinggal dalam gubuk berlantai semen seadanya. Ukurannya 5x7 meter. Dindingnya kombinasi seng dan anyaman bambu.

Kurang lebih empat tahun terakhir, mereka menetap dalam rumah yang beralaskan kain spanduk bekas. Bila sedang hujan deras, air menetes dari atap yang sudah mulai lapuk.

 

Tidak ada pilihan lain. Mereka hanya menggeser tempat tidur agar tidak kehujanan.

Daeng Pole hidup dengan mengandalkan penghasilan Rp350 ribu per bulan sebagai satpam sekaligus cleaning service di SMPN 2 Galesong Selatan. Itu pun diterima setiap tiga bulan.

Sambil menunggu gaji yang cair per tiga bulan, Daeng Pole mencari biaya hidup dengan berjualan es keliling. Khususnya pada hari libur. Walau kecil, lumayan bisa membuat dapur mengepul.

Walau begitu, mereka belum pernah merasakan bantuan pemerintah. Sebutlah misalnya beras untuk warga miskin atau dalam bentuk lainnya.

"Semenjak saya tinggal di sini tidak pernah ka dapat bantuan dari pemerintah," ucap Daeng Kenna, istri Daeng Pole, Sabtu (16/2/2019).

"Sudah empat tahun saya tinggal di sini tidak merasakan bantuan pemerintah. Jadi kami hanya mengandalkan gaji dan jualan suamiku. Itu pun kalau pergi," lanjutnya kepada Rakyatku.com saat ditemui di kediamannya.

Daeng Pole tinggal di Tambakola, Dusun Jempang, Desa Kalukuang, Kecamatan Galesong, Takalar. Dia korban pengeroyokan empat orang siswa dan satu orang tua beberapa hari yang lalu.


 

TAG

BERITA TERKAIT