RAKYATKU.COM, MAROS — Sejumlah nelayan karang hias dan anemon melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Balai Besar Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Pengamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Jalan Bandara Baru, Jumat (15/2/2019). Mereka menuntut agar pelayanan sertifikasi kesehatan ikan untuk komoditas karang hias dan anemon dibuka kembali.
Menurut peserta aksi, dihentikannya pelayanan sertifikasi kesehatan ikan untuk karang hias dan anemon menyebabkan kerugian puluhan juta rupiah bagi nelayan yang menjual karang hias dan anemon karena karang hias dan anemon yang telah dikumpulkan tidak dapat diperdagangkan.
"Sudah hampir setahun perdagangan koral (karang hias) dihentikan dan ini membuat kami rugi puluhan juta. Apalagi proses moratorium ini tanpa diiringi dengan sosialisasi dan surat edaran sehingga kami kaget dan merugi,” ujar Arfan Gassing selaku penanggung jawab aksi.
Arfan mengatakan, karena tidak adanya sosialisasi dan moratorium secara tiba-tiba sehingga koral tidak bisa dijual sehingga dirinya mengalami kerugian puluhan juta rupiah serta nelayan tidak memiliki penghasilan.
“Apa dasar moratorium ini, lautan mana yang kami rusak, kami juga mengambil koral diluar daerah konservasi sehingga tidak mengganggu. Kami minta pelayanan sertifikasi untuk komoditi karang hias dan anemon dibuka kembali,” papar Arfan.
Sementara itu, Kepala BKIPM Makassar Sitti Chadijah mengatakan, kebijakan moratorium perdagangan koral dan anemon dilakukan karena kondisi terumbu karang laut Indonesia masuk dalam tahap memprihatinkan. Moratorium ini dilakukan untuk menjaga ekosistem terumbu karang yang semakin hari semakin terancam.
“Untuk dibukanya kembali pelayanan sertifikasi kesehatan ikan untuk koral dan anemon tentu kita disini tidak bisa mengambil keputusan karena moratorium ini kebijakan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Untuk dasar moratoriumnya karena kerusakan terumbu karang sudah sangat parah. Kerusakan terumbu karang di Indonesia sudah 70 persen sedangkan khusus di Sulsel kerusakan mencapai 86 persen ini berdasarkan data dari LIPI tahun 2018 padahal kita tahu terumbu karang merupakan rumah bagi ikan di laut,” bebernya.
Moratorium perdagangan koral atau karang hias di seluruh wilayah Indonesia sendiri telah dilakukan sejak 3 Mei 2018 lalu oleh Menteri KKP Susu Pudjiastuti.
Berdasarkan hasil penelitia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) selaku wali data terumbu karang di Indonesia, ditahun 2018 untuk lokasi Sulsel dari 66 stasiun yang diteliti, 30 site dalam kondisi buruk, 27 site dalam kondisi cukup, 8 site dalam kondisi baik dan 1 site kondisi sangat baik.
Di sisi lain, Sulsel merupakan salah satu lokus (tempat) kejahatan konservasi penyelundupan koral. Data dari BKIPM dalam kurun waktu dua tahun terakhir terdapat lima kali pengungkapan kasus pengiriman koral tanpa disertai sertifikasi karantina ikan.