RAKYATKU.COM - Sebanyak tiga belas pasangan sesama jenis di seluruh Jepang mengambil tindakan hukum terhadap pemerintah.
Tuntutan mereka diajukan pada hari Kamis, bertepatan dengan peringatan Hari Valentine.
Mereka menuntut ganti rugi simbolis, dengan alasan bahwa dilarang menikah melanggar hak konstitusional mereka.
Jika tuntutan mereka dikabulkan, itu berarti pernikahan sesama jenis harus diizinkan di masa depan.
Jepang adalah satu-satunya negara G7 yang tidak mengizinkan pernikahan gay.
Sejak 2015, beberapa kota telah mengeluarkan sertifikat untuk pasangan sesama jenis, tapi itu tidak mengikat secara hukum dan hanya meminta bisnis untuk memberikan perlakuan yang sama.
Keduanya telah bersama sejak 2011 ketika mereka bertemu di Berlin dan menikah di sana. Setelah tinggal beberapa tahun di Jerman, mereka pindah ke Jepang.
Tapi hidup sebagai pasangan sesama jenis sangat berbeda di kedua negara.
"Masyarakat Jepang pada dasarnya sangat konservatif," kata Nakajima kepada BBC.
"Di Jerman jauh lebih mudah untuk keluar dan hidup seperti yang Anda pilih sebagai individu," kata Baumann.
"Namun di Jepang, peran gender jauh lebih tradisional dan seorang wanita diharapkan untuk menikah dan memiliki anak. Dalam banyak kasus, bahkan masih diharapkan bahwa seorang wanita akan berhenti bekerja setelah dia menjadi seorang ibu."
Dan pada akhirnya, mereka memutuskan untuk membela hak mereka.
Menurut Konstitusi Jepang: "Pernikahan harus dilakukan dengan persetujuan bersama dari kedua jenis kelamin". Dan karena itu pihak berwenang selalu memaknainya sebagai larangan pernikahan sesama jenis.
Tapi pengacara 13 pasangan gay berpendapat bahwa teks konstitusi dimaksudkan untuk mencegah pernikahan paksa, dan tidak ada di dalamnya yang secara eksplisit melarang pernikahan gay.
Gugatan mereka kemungkinan hanya akan menjadi langkah pertama dalam proses panjang, tapi para aktivis telah berkomitmen untuk berjuang agar pasangan sesama jenis bisa menikah di Jepang.