RAKYATKU.COM - Seks adalah sesuatu yang sangat penting bagi setiap suku di Indonesia. Pasalnya, seks ini adalah sebuah cara untuk melanggengkan komunitas mereka.
Karenanya, setiap suku, kadang mengatur dan mendokumentasikan ajaran seks ini dalam sebuah tulisan. Tidak terkecuali suku Bugis.
Sebuah lontara (tulisan) tentang hubungan suami istri di suku Bugis, disebut lontarak assikalaibinengeng. Lontara ini telah diterjemahkan dan dibukukan oleh seorang dosen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Unhas, bernama Dr Muhlis Hadrawi.
Dalam bukunya itu, Muhlis menyebut, suku Bugis juga mengenal istilah pemanasan atau foreplay. Ada dua cara foreplay ala Bugis, yakni, makkarawa (meraba) dan manynyonyo (mencium).
Dua cara itu, diaplikasikan pada titik-titik rangsangan. Makkarawa dan manynyonyo pada titik-titik rangsangan itu, disertai dengan paddoangeng atau mantra.
Adapun titik rangsangan itu, adalah meraba atau mencium lengan, lalu ke pale' lima (telapak tangan), sadang (dagu), edda’ (pangkal leher), lalu cekkong (tengkuk).
Setelah itu, ke bagian wajah. Di situ ada buwung (ubun-ubun), dacculing (daun telinga), lawa enning (perantara kening dia atas hidung), kemudian inge (bagian depan hidung).
Usai itu, teknik rabaan dan ciuman turun ke bagian badan. Di situ ada pangolo (buah dada), dan posi (pusar).
Dalam buku tersebut, Muhlis Hadrawi menulis, dalam teknik rabaan dan ciuman itu, senantiasa dilakukan dengan zikir (mantera), agar napas terjaga, sehingga hubungan suami istri bisa memuaskan pasangan.