RAKYATKU.COM, JENEPONTO -- Keluhan sejumlah warga Jeneponto, atas adanya pungutan biaya untuk mendapatkan sertipikat tanah, disikapi Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Menurut mereka, biaya itu timbul berdasarkan atas peraturan bupati, bukan dari BPN. Demikian diungkap Kepala Seksi Infrastruktur Pertanahan BPN Jeneponto, Amir.
Amir mengatakan, penerbitan Sertipikasi Tanah di Desa Sapanang, Jeneponto, merupakan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Tahap 2 di Tahun 2017.
PTSL Tahap 2 di Desa Sapanang ini kata Amir, luasnya 2.400 hektare. Dan untuk tahap 1 ada di Kecamatan Tarowang tahun 2017, yang dilauncing oleh Pemkab Jeneponto.
"Saat itu diluncing oleh Pak Bupati (Iksan Iskandar) menjelang akhir tahun. Sosialisasinya itu Agustus, yang dihadiri oleh Forkopimda, pemerintah desa, termasuk juga dengan pemerintah Kabupaten," kata Amir, Minggu (10/2/2019) yang dihubungi lewat telepon.
Selanjutnya, Pemerintah Kabupaten yang menerbitkan Perbup, sebagai aturan turunan dari SK 3 Menteri, yakni Menteri Pertanahan, Menteri Desa, dan Menteri Dalam Negeri.
"Perbub itu adalah aturan turunan dari SK 3 menteri, karena di situ dijelaskan, jika dalam satu kabupaten tidak bisa dari APBD, maka ditarik dari masyarakat biayanya. Makanya, diusulkan untuk dibuat peraturan daerah atau Peraturan Bupati," sebutnya.
Siapa saja yang terlibat pada saat dilakukan pengukuran tanah masyarakat? Menurut Amir, itu adalah petugas ukur dari tim terpadu petugas pengukuran, plus aparat lingkungan, dan pemilik tanah kalau dia ada di sana.
"Kalau biaya nanti Pak Desa yang bisa menjelaskan. karena kita di Badan Pertanahan Nasional (BPN), sudah dibiayai oleh negara dan memang kita diintruksikan untuk tidak masuk di dalam area pembiayaan," tegasnya.
Pembiayaan kata dia, ranahnya kepala Desa/Lurah. Makanya, pada saat itu, setelah dilakukan sosialisasi Perbup sudah didorong ke Pak Bupati dan direspons cepat.
Rp250 ribu lanjut dia, tidak ada BPN di situ. Tarif biaya kata dia, dipungut di masyarakat. Dan mengenai biaya, apakah tercantum dalam SK 3 menteri, ia belum mengetahuinya.
"Saya kurang hafal karena di SK 3 menteri itu, per wilayah kalau Sulsel itu dapat dua setengah (Rp250 ribu). Intinya mengenai pembiayaan, Pak desa lebih tahu. Saya tidak banyak tahu tentang itu makanya itu sertifikat yang sudah jadi, kita serahkan ke desa," tuturnya.
Sementara itu, mantan Kepala Desa Sapanang, Lukman mengatakan, biaya untuk pengukuran tanah, rata dipungut di masyarakat sebesar Rp250 ribu, berdasar pada perbup dan SK 3 menteri (Menteri Dalam Negeri, Menteri Perumahan, dan Menteri desa).
"Rp250 itu diperuntukkan untuk biaya transportasi dan biaya patok serta biaya materai. Untuk patok itu dibuat sendiri dari besi. Namun tidak semuanya dipasangi patok, karena sudah ada pagar tembok. Yang begitu kan tidak perlu, karena sudah ada pembatasnya," paparnya.