Minggu, 10 Februari 2019 07:00
Editor : Eka Nugraha

RAKYATKU.COM --- Sistem pendeteksian dini terhadap serangan siber milik Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara Taiwan. Taiwan memiliki enam ribu sensor pendeteksian dini, sedangkan Indonesia yang saat ini hanya memiliki 21 sensor yang dipasang di enam provinsi di Indonesia. 

 

President HoneyNet Indonesia Chapter Charles Lim tiga tahun ke depan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bersama dengan HoneyNet akan memasang sensor pendeteksian dini serangan siber di 34 provinsi.

"Tiga tahun tahun depan 34 provinsi, mungkin ada 50 sensor. Tapi itu jauh dibandingkan dengan Taiwan chapter yang negara kecil yang punya enam ribu sensor. Itu (Taiwan) negara lebih kecil dari Indonesia tapi jauh lebih banyak," kata Charles dalam forum "Cyber Corner" seperti yang dilansir CNN. 

Minimnya keberadaan sensor deteksi di ini disebabkan oleh terbatasnya anggaran BSSN untuk menyediakan sensor. Charles mengatakan apabila pemerintah memprioritaskan keamanan siber, maka pasti akan ada alokasi dana. 

 

Hal ini mengacu pada keseriusan Taiwan yang membangun sensor deteksi dini untuk membangun ekosistem keamanan siber. Sebagai Informasi Indonesia hanya  menargetkan 50 sensor dalam tiga tahun ke depan, sedangkan Taiwan berhasil memasang enam ribu sensor dalam waktu lima tahun.

"Komitmen datang dari bujet, maka kalau pemerintah menyadari ini penting pasti ada anggaran. Taiwan sudah tahu sebagai negara maju, mereka berbasis ekonomi digital jadi mereka tahu proteksi terhadap serangan siber itu penting," tuturnya. 

Charles menjelaskan sensor ini dinamakan Honeypot. Honeypot adalah sistem yang dirancang untuk memikat penyerang. Sistem ini mempunyai fungsi dan memberikan interaksi yang sama dengan sistem yang aslinya 
sehingga penyerang tidak menyadari sudah masuk dalam perangkap. 

Interaksi antara peretas dan HoneyPot akan direkam sehingga informasi tersebut dapat menjadi sumber informasi penting dalam mempelajari teknik yang digunakan penyerang. 

Oleh karena itu Honeypot bisa digunakan sebagai alat deteksi sekaligus alat untuk mempelajari perilaku peretas ketika menyerang sebuah server. 

"Padahal sebenarnya dibelakang itu adalah  sebuah perangkat lunak yang mengimitasi, yang membuat seakan akan membuat web server yang beneran. Sehingga pada saat dia serang yang terserang bukan yang sesungguhnya," tutur Charles.

TAG

BERITA TERKAIT