Senin, 04 Februari 2019 12:15
Muhammad Al Amin, direktur eksekutif Walhi Sulsel menjelaskan peta bencana di Sulsel.
Editor : Alief Sappewali

RAKYATKU.COM - Banjir yang melanda sejumlah daerah di Sulsel pada Selasa (22/1/2019) diprediksi bukan yang terakhir. Jika tidak ada tindakan, banjir kembali datang musim hujan tahun depan.

 

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel telah melakukan investigasi untuk mendalami penyebab bencana alam. Hasilnya, disimpulkan bahwa salah satu penyebabnya yakni pendangkalan yang terjadi Bendungan Bili-Bili.

"Longsoran membawa lumpur ke Bili-Bili dan tertampung. Ini yang mengakibatkan proses pendangkalan terjadi di Bili-Bili," ungkap Muhammad Al Amin, direktur eksekutif Walhi Sulsel.

Dia juga menyebutkan daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang dalam kondisi kritis sehingga butuh penangaan ekstra.

 

Disebutkan, penggunaan lahan di DAS Jeneberang terdiri atas 41,2 persen pertanian
holtikultura, 28,3 persen sawah, 16,8 persen hutan, 8,9 persen pemukiman, 1,3 persen waduk Bili-Bili dan yang lainnya 3,5 persen.

Sementara vegetasi di DAS Jeneberang terdiri atas 16,8 persen hutan dan yang non hutan sebanyak 83,2 persen.

Walhi Sulsel mengingatkan, bencana alam yang sama pada tahun yang akan datang
sangat memungkinkan terjadi. Olehnya itu, dibutuhkan pemulihan secepatnya di DAS
Jeneberang. 

Jika DAS dalam keadaan normal maka pada musim kemarau air akan keluar dan jika musim hujan akan menjadi tangkapan/resapan air. Namun jika DAS rusak, maka akan mengakibatkan erosi dan longsor pada musim hujan dan kekeringan
pada musim kemarau.

"Jika dibiarkan, pendangkalan di Dam Bili-Bili terus alami peningkatan. Banjir dan
longsor terus terjadi bahkan semakin meluas. Semakin banyak korban jiwa dan
kerusakan lainnya, terkhusus Kabupaten Gowa dan Makassar," bebernya.  

Walhi juga membeberkan aturan yang terkait dengan pengelolaan DAS Jeneberang
yaitu pada PP Nomor 37 Tahun 2012 dan Perda Sulsel Nomor 10 Tahun 2015.

"Pemulihan daya dukung dan pemeliharaan daya dukung yang dimandatkan kepada pemprov dan pemkab yakni Gowa dan Makassar. Sementara Perda Sulsel lebih mengatur detil dilakukan terpadu," ungkapnya.

Meski pemulihan harus segera dilakukan untuk menghindari bencana serupa terjadi,
Walhi Sulsel menyebut warga yang bermukim ataupun mencari nafkah di sekitas DAS
Jeneberang harus menjadi petimbangan.

"Harus diperhatikan mana kawasan genting yang harus dipulihkan karena banyak
yang dialihfungsikan. Warga yang menjadikan lahan mata pencaharian bisa libatkan
mereka dalam proses pemulihan atau kalau tidak, berikan mereka kompensasi dalam memelihara hutan," ungkap Alim.

TAG

BERITA TERKAIT