RAKYATKU.COM - Ahli genetika China yang mengkloning lima monyet, telah telah dikritik oleh para aktifis hak binatang.
Monyet-monyet itu diciptakan setelah gennya diedit, sehingga menjadi berpenyakit. Sekarang mereka telah menunjukkan tanda-tanda depresi, kurang tidur dan perilaku seperti skizofrenia.
Menurut para ahli, percobaan itu dapat memungkinkan tim untuk menguji obat yang nantinya dapat digunakan pada manusia dengan kondisi neurologis.
Namun kondisi kelima hewan itu telah memicu kekhawatiran. Dr Julia Baines, dari kelompok kampanye PETA UK, mengatakan bahwa "secara genetik memanipulasi dan kemudian mengkloning hewan adalah praktik mengerikan yang menyebabkan hewan menderita."
Namun para ahli membela penelitian mereka dengan mengatakan hewan kloning yang direkayasa menjadi sakit akan memungkinkan jumlah primata yang digunakan di laboratorium berkurang secara signifikan.
"Lini penelitian ini akan membantu mengurangi jumlah monyet yang saat ini digunakan dalam penelitian biomedis di seluruh dunia," kata Poo Mu-Ming, penulis penelitian.
"Tanpa campur tangan latar belakang genetik, jumlah monyet kloning yang jauh lebih kecil yang membawa penyakit mungkin cukup untuk tes praklinis,"
Sementara itu, Sun Qiang, yang memimpin penelitian, mengatakan bahwa menggunakan monyet kloning untuk penelitian medis dapat meningkatkan kecepatan pengembangan obat.
"Ketika mereka mengembangkan obat baru, mereka perlu melakukan sejumlah besar uji pada hewan untuk mengevaluasi kinerja dan efek samping," katanya.
"Perbedaan antara masing-masing hewan dapat sangat mempengaruhi keandalan hasil ini."
Pada Januari 2018 dua monyet yang berbeda menjadi primata pertama yang dikloning, suatu perkembangan yang diklaim dapat membuka pintu untuk kloning manusia.