Minggu, 20 Januari 2019 22:09
Editor : Ibnu Kasir Amahoru

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar secara mengejutkan menolak kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung MAN IC Gowa yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel. 

 

Djalaluddin Djalil salah satu kuasa hukum Hendrik Wijaya, yang juga merupakan salah satu tersangka dalam kasus ini, mengatakan putusan ini tercantum dalam nomor perkara: 73/G/2018/PTUN.MKS. 

Dimana amar putusan itu hasil audit perhitungan kerugian negara oleh BPKP Sulsel nomor : SR - 403/PW21/5/2018, tanggal 13 Juli 2018. Sebesar  Rp7.257.363.637 tidak sah. 

"Gugatan yang kami lakukan itu dikabulkan, dan PTUN menyatakan membatalkan hasil audit kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP," kata Djalil, Minggu (20/1/2019).

 

Menurutnya, Kejaksaan saat ini tidak bisa lagi menggunakan hasil audit BPKP sebagai kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi yang menjerat kliennya itu. Dengan hasil ini, Djalil menegaskan jaksa tidak bisa melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Tipikor Makassar hingga ada putusan inkrah terkait kerugian negara dalam perkara ini. 

"BPKP telah menyatakan banding. Artinya gugatan tersebut telah berstatus quo atau tunggu putusan inkrah baru bisa perkara tersebut di proses ke persidangan," terangnya.

Lebih jauh pengacara Direktur PT Cahaya Insani ini mengatakan, hasil audit BPKP memang cacat prosedural karena tidak menghitung total loss proyek ini. Menurutnya, dalam kontrak proyek ini, pihaknya selaku rekanan dibayar berdasarkan prestasi kerja bukan setelah selesai secara keseluruhan. 

Sebelumnya ia juga mengatakan kerugian negara dari BPKP yang dipakai penyidik Polda Sulsel tersebut tidak sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulsel. 

Kala itu BPK Sulsel, kata Djalal, hanya menemukan kerugian pembangunan konstruksi gedung MAN IC tahun 2015 yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp113.512.678 juta dan denda keterlambatan sebesar Rp41.150.000 yang keseluruhan sudah dikembalikan kliennya. 

Menanggapi hal ini, Lembaga independen anti rasuah ACC Sulawesi melalui direkturnya Abdul Muthalib yakin seluruh aparat penegak hukum memfokuskan kerugian negara sebagai syarat materiil delik korupsi. 

"Secara keseluruhan saya yakin penyidik sudah menyesuaikan dan akan semakin profesional dalam pembuktian kerugian negara di setiap perkara yang mereka tangani," tuturnya.

Menurut Muthalib, adanya dua hasil audit kerugian negara yang berbeda antara BPK dan BPKP tergantung dari pertimbangan hakim. Hakimlah yang nantinya akan menetukan hasil audit dari lembaga mana yang akan dia gunakan untuk memutuskan perkara ini. 

"Porsi kemandirian hakim lebih besar dalam menentukan kerugian negara. Apakah data BPK, BPKP atau inspektorat yang digunakan hakim untuk menentukan kerugian negara," tukasnya.

TAG

BERITA TERKAIT