RAKYATKU.COM - Gerhana bulan total atau dikenal dengan sebutan Supermoon Darah atau Super Blood Wolf Moon diperkirakan terjadi Senin (21/1/2019). Sayangnya, warga Indonesia tidak bisa menyaksikannya secara langsung.
Fenomena unik ini hanya bisa disaksikan langsung di Amerika Utara dan Selatan, serta beberapa bagian kecil dunia, kecuali Asia Timur Raya dan Australia.
Meski begitu, sebagaimana dikutip dari Space.com pada Sabtu (19/1/2019), faktor cuaca diperkirakan akan menggangu sebagian besar orang dalam menyaksikan Supermoon Darah. Terlebih belahan Bumi utara maish berada dalam musim dingin.
Nah, bagi Anda yang bereda di Indonesia, tidak perlu khawatir. Banyak web yang akan menyiarkannya. Layanan teleskop online Slooh akan memulai cakupannya pada hari Minggu, pukul 22.30 waktu AS, atau Senin (21/1/2019) pukul 10.30 WIB.
"Kami menyiarkannya secara langsung sehingga orang-orang dari seluruh dunia, tidak peduli lokasi geografis mereka, dapat menyaksikan fenomena ini bersama-sama," kata ilmuwan di Slooh, Paige Godfrey, dalam sebuah pernyataan pers.
LIVE STREAMING SUPER BLOOD WOLF MOON
Godfrey dan astronom Paul Cox, ditambah narator Helen Avery, akan membahas dampak sains dan budaya gerhana bulan selama siaran web tersebut.
Selain itu, lembaga kurasi sains Exploratorium --yang berbasis di San Francisco-- akan menyediakan siaran langsung pengamatan Supermoon Darah via Facebook, di mana pada hari dan jam serupa.
"Exploratorium akan menyiarkan pemandangan teleskop bulan langsung dari Dermaga 15 di San Francisco, Embarcadero," ujar perwakilan museum terkait, seraya menyebut operasional akan ditangguhkan selama siaran.
Sementara itu, Proyek Teleskop Virtual --digagas oleh astronom Italia Gianluca Masi-- bekerja sama dengan para ahli astrofotografi, juga akan melakukan siaran langsung serupa, yang direkam dari wilayah AS dan Panama.
Lima Gerhana di 2019
Penggiat astronomi dari Komunitas Langit Selatan Bandung Avivah Yamani mengatakan, gerhana 2019 dimulai oleh gerhana matahari sebagian pada minggu pertama awal tahun, tepatnya pada 6 Januari lalu.
"Saat itu pengamat di wilayah Asia Timur dan Pasifik Utara bisa mengamati gerhana matahari pertama tahun ini," kata Avivah.
Selama gerhana matahari sebagian itu, wilayah yang dilintasi gerhana hanya akan mengalami peredupan atau berkurangnya cahaya matahari. Lokasinya secara umum di sebagian wilayah Cina, Rusia, Taiwan, Korea Utara dan Selatan, dan Alaska. Sebagian terbesar bisa diamati di wilayah Rusia.
Mengutip dari laman Langit Selatan, gerhana kedua pada 21 Januari 2019 berupa Gerhana Bulan Total. Peristiwa itu hanya bisa disaksikan di wilayah Pasifik Tengah, Amerika, Eropa dan Afrika. Fenomena yang disebut gerhana bulan darah itu karena warna bulan akan memerah.
Keseluruhan gerhana bulan darah itu akan terjadi selama 5 jam 11 menit 30 detik dengan durasi gerhana bulan total 1 jam 1 menit 59 detik. "Wilayah Indonesia tidak akan bisa mengamati gerhana bulan ini karena saat gerhana itu di sini sedang siang hari" ujar lulusan Astronomi ITB itu.
Gerhana ketiga akan terjadi pada 2 Juli berupa gerhana matahari total. Momen ini menurut Avivah akan menjadi gerhana yang paling ditunggu oleh para astronom dan pemburu gerhana. Saat itu akan menjadi perayaan 100 tahun uji coba teori relativitas umum Einstein yang dilakukan seabad lampau.
Namun lagi-lagi gerhana ini tidak bisa disaksikan di Indonesia karena hanya terbatas di wilayah Pasifik Selatan dan Amerika Selatan. Totalitas gerhana bisa diamati oleh pengamat di wilayah Chile dan Argentina, sebagian besar wilayah gerhana akan mencakup area Lautan Pasifik.
Gerhana ke empat pada 17 Juli berupa gerhana bulan sebagian. Peristiwa langit itu bisa disaksikan sewilayah Indonesia, Amerika Selatan, Eropa, Asia, dan Australia. Waktunya mulai tengah malam sampai saat matahari terbit. "Bahkan saat bulan terbenam masih dalam kondisi gerhana," katanya.
Gerhana pamungkas pada 26 Desember 2019 berupa gerhana matahari cincin dan bisa disaksikan juga sewilayah Indonesia. Ada kemungkinan juga langit mendung karena musim hujan.