RAKYATKU.COM - Senator RI asal Sulsel, AM Iqbal Parewangi selalu mempromosikan potensi daerahnya dalam berbagai kesempatan. Termasuk saat memimpin delegasi DPD RI ke Saint Petersburg, Rusia, 12-14 Desember 2018.
Kali ini, wakil ketua Tim Kajian Strategis DPD RI itu mempromosikan sejumlah kopi unggulan dari berbagai daerah.
"Saya tahu bangsa Tuan Kalganov penikmat kopi, dan kopi kami di Sulsel sangat bervariasi. Selain kopi kalosi Enrekang dan kopi Toraja, ada kopi kahayya di Bulukumba, kopi rumbia Jeneponto, juga kopi Luwu," ujar Iqbal saat bertemu parlemen dan perwakilan pemerintah.
Pertemuan itu dihadiri Anatoly Drizdov sebagai pimpinan parlemen dan pihak pemerintah yang dipimpin Vyacheslav Kalganov. Iqbal dan rombongan berada di Saint Petersburg pada 12-14 Desember 2018 lalu.
"Dengan bangga dan penuh kesadaran, saya manfaatkan kesempatan berharga itu untuk sekalian mempromosikan beragam potensi Sulsel. Termasuk kopi," katanya.
Selain rasanya memang nikmat, kopi memiliki peran penting bagi pertumbuhan perekonomian masyarakat di Indonesia. Bahkan, kopi juga dapat memiliki nilai tawar hingga meletupkan "revolusi perkebunan" dalam menghadapi tekanan penjajah. Sejarah mencatat itu!
Dari segi hasil produksi, kopi ekspor dari Indonesia setahun terakhir, sebanyak 648.000 ton, menempati peringkat keempat terbesar di dunia setelah Brasil, Vietnam dan Kolombia.
Letak geografis Indonesia memang cocok bagi iklim mikro untuk pertumbuhan dan produksi kopi. Ada tiga macam biji kopi yang tumbuh di Indonesia : Arabika, Robusta dan Liberika.
Tahun 1706, pemerintah Belanda mengirim benih kopi yang tumbuh di bantaran Ciliwung ke kebun botani di Amsterdam untuk diteliti. Hasilnya, kopi tersebut berkualitas bagus.
Sekitar 1711, Bupati Cianjur mengekspor sekitar 4 kuintal kopi ke Amsterdam, dan ekspor kopi perdana itu memecahkan rekor harga lelang disana. Tergiur oleh fakta harga lelang itu, tahun 1714 Raja Louis XIV dari Perancis minta benih kopi itu. Diberi nama Coffea arabica L. var. typica, ia ingin varietas itu jadi bagian dari kebun raya Jardin des Plantes di kota Paris.
Tahun 1726, tidak kurang dari 2.145 ton kopi dari pulau Jawa membanjiri benua Eropa, mengalahkan kopi Mocha dari Yaman yang sebelumnya menguasai pasar. Tergiur harganya yang tinggi, awal tahun 1720-an Belanda juga mengirimkan benih kopi itu ke Suriname.
Dari dua tempat itu, benih kopi dari negeri titipan anak cucu ini menyebar ke Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Jejaknya terlihat di Ethiopia. Disana ada tipika merek "Blue Mountain" yang ditanam di Jamaika dan Gesha --- mengacu pada nama dusun penghasil kopi di Ethiopia.
Di pasar dunia, kopi ‘’Blue Mountain’’ sempat jadi primadona. Harganya mencapai di atas US$ 1.000 per kilogram. Bahkan salah satu cafe di Los Angeles, Amerika Serikat, sempat menjual secangkir Gesha hingga US$ 55 atau Rp 750.000 dalam kurs kini. Kopi Gesha, yang merupakan persilangan antara kopi tipika dan varietas lainnya, seringkali jadi andalan dalam ajang kompetisi para peracik kopi internasional.
Di era Tanam Paksa (1830 — 1870), penjajah Belanda di Indonesia membuka perkebunan komersial, khususnya di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Timor dan Flores. Yang dikembangkan adalah kopi jenis Arabika yang didatangkan langsung dari Yaman.
Tahun 1878, hampir semua area perkebunan kopi Indonesia rusak diserang hama penyakit karat daun. Akibatnya, Jawa kehilangan potensi ekspor kopi hingga 120.000 ton, dan pasar kopi dunia panik.
Awal abad ke-20 perkebunan kopi di Indonesia kembali terserang hama yang hampir memusnahkan seluruh tanaman kopi. Penjajah Belanda pun sempat mencoba menggantinya dengan jenis kopi yang lebih kuat terhadap serangan penyakit, yaitu kopi Liberika dan Ekselsa.
Sangat menarik, karena sebenarnya perkebunan kopi kala itu tidak terserang hama. Namun yang terjadi adalah revolusi perkebunan kopi, buruh perkebunan kopi menebang seluruh tanaman kopi!
Kopi Sulsel
"Kopi Sulsel bervariasi, itu fakta. Saya saksikan sendiri fakta menarik itu dalam rangkaian serap aspirasi yang tak singkat. Bahwa kemudian saya turut mempromosikan beragam potensi Sulsel, termasuk kopi, apalagi di forum internasional yang terbilang langka, itu merupakan panggilan jiwa tersendiri bagi saya," katanya.
Iqbal mengatakan, sebagai wakil daerah, lewat sebentuk "tahanuth konstitusi", dia yakinkan diri bahwa salah satu tugas konstitusionalnya adalah menjadi duta daerah, termasuk di forum internasional.
"Terima kasih yaa Allah terus-menerus melimpahi hamba-Mu ini rahmat pemahaman dan kesadaran untuk menunaikan tugas dan tanggung jawab secara benar sesuai kewenangan dan seoptimal kemampuan," tutup Iqbal yang kembali maju jadi calon DPD RI pada Pemilu 2019.