RAKYATKU.COM,MAKASSAR - Djalaluddin Djalil, kuasa hukum Hendrik Wijaya, direktur PT Cahaya Insani yang juga salah satu terdakwa dugaan korupsi MAN IC menyayangkan proses penetapan tersangka yang dilakukan kepada kliennya.
Menurutnya hasil audit kerugian negara yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel cacat hukum dan prosedural.
"Kasus ini diduga terkesan sangat dipaksakan oleh penyidik maupun jaksa," kata Djalaluddin usai pelimpahan tahap dua kliennya.
Kekecewaan Djalaluddin berdadarkan kerugian negara dari BPKP yang bernomor SR - 403/PW21/5/2018 sebesar Rp7,25 miliar yang dikeluarkan tanggal 13 Juli 2018 lalu itu tidak sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulsel.
Kala itu BPK Sulsel, kata Djalal, hanya menemukan kerugian pembangunan konstruksi gedung MAN IC tahun 2015 yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp113.512.678 juta dan denda keterlambatan sebesar Rp41.150.000.
Ia menuturkan, kliennya telah membayar denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan sebesar Rp41.150.000 dan uang belanja modal sekitar Rp113 juta itu masing-masing di bulan Maret dan Agustus 2016 lalu melalui bendahara pengeluaran Kementerian Agama.
"Pada dasarnya perkara ini sudah diaudit oleh BPK. Di situ ada temuan mengenai volume dan itu sudah dikembalikan serta dibayar," ungkap Djalaluddin.
Djalal mengaku heran dengan sikap penyidik Polda Sulsel yang membuka penyelidikan pada tahun 2017 lalu setelah kliennya mengembalikan kerugian negara berdasarkan LHP BPK Sulsel. Ia bingung dengan penyelidikan itu yang tidak berdasarkan aturan MK.
Ia menyebut Polda mengesampingkan rekomendasi BPK, tentang kerugian negara yang telah dipulihkan oleh kliennya.
"Kerugian negaranya kan sudah dipulihkan. Artinya kan negara mengalami kerugian, karenanya anggarannya semua telah dikembalikan beserta denda keterlambatan pekerjaan proyek itu," pungkasnya.