RAKYATKU.COM - Ketinggian Gunung Anak Krakatau (GAK) jauh berkurang. Saat ini, tingginya tersisa sekitar 110 meter dari sebelumnya 338 meter.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, tubuh GAK telah banyak berubah. Tak main-main, ketinggiannya berkurang 228 meter.
Saat ini, jumlah letusan cenderung menurun. Namun, status masih Siaga. Zona berbahaya ditetapkan lima kilometer dari puncak kawah.
Perubahan morfologi Gunung Anak Krakatau juga berlangsung cepat. Pascalongsor bawah laut pada 22 Desember 2018, kawah masih berada di bawah permukaan laut. Namun, 9 Januari 2019 bagian barat-barat daya yang sebelumnya di bawah permukaan laut, saat ini sudah di atas permukaan laut.
Pada bagian lain, peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Zainal Arifin mengatakan, zat besi tinggi yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau dan larut ke laut dapat menyuburkan perairan.
"Debu zat besi akan menyuburkan perairan karena perairan lepas pantai umumnya miskin Fe (besi)," kata profesor riset Bidang Pencemaran Laut tersebut, Minggu (13/1/2019).
Dia menjelaskan, Fe terlarut akan dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai bagian proses fotosintesis. Arus laut yang bergerak dari Selat Karimata ke Selat Sunda dan Samudra Hindia, secara teroritis akan menyuburkan perairan Samudra Hindia dengan mikroalage atau fitoplankton.
"Fitoplankton akan menjadi sumber nutrisi bagi larva-larva ikan," ujar Zainal seperti dikutip Antara.
Sebelumnya beredar video tentang kondisi Gunung Anak Krakatau pascaerupsi yang diambil dari udara tersebut diunggah Earth Uncut TV.
Dalam video yang disebarluaskan kembali oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam akun twitternya, tampak air laut berwarna kecokelatan di sekitar Gunung Anak Krakatau.