RAKYATKU.COM, INDRAMAYU – Minggu siang, 30 Desember 2018, Nurhidayanti (34) menghubungi ibunya, Warsem. "Apa kabar bu?" terdengar suara renyah Nurhidayanti dari seberang telepon.
"Baik. Kamu bagaimana kabar nduk?" tanya balik Warsem.
Nurhidayanti mengatakan dirinya baik dan sehat. Dia lalu menanyakan putra semata wayangnya, Wisnu Prayogi. Warsem lalu memberikan ponsel ke Wisnu.
Nurhidayanti lantas bercanda dengan putranya. Usai itu dia kembali berbicara dengan ibunya. "Bu, sebentar malam saya telepon lagi ya? Saya ada urusan dulu," Nurhidayanti menutup teleponnya.
Pada malam harinya, Warsem yang menanti panggilan telepon Nurhidayanti, mulai gelisah. Putrinya tidak menelepon-nelepon.
Warsem kemudian mengambil kontaknya, lalu menghubungi Nurhidayanti. Namun, ponsel janda satu anak itu, tak aktif. Warsem mulai memiliki firasat buruk atas putrinya.
Besoknya, Senin, 31 Desember 2018, KBRI Singapura kemudian menghubungi Warsem. Mengabarkan putrinya terbunuh pada Minggu malam, sekitar pukul 20.40 waktu setempat. Seorang pria asal Bangladesh, berinisial AS (30), disebut sebagai pembunuhnya.
Warsem yakin, saat dia menelepon itu, putrinya sedang meregang nyawa.
Dilansir dari Pojok Jabar, di rumahnya di Blok Gandok, Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Warsem mengenang putrinya. Menurutnya, Nurhidayati selama ini rutin mengirim uang setiap bulan untuk keperluan anaknya. Dia pun rajin berkirim kabar, terutama untuk mengetahui perkembangan anaknya.
Jenazah Nurhidayanti telah dipulangkan ke kampung halaman pada Kamis sore (3/1/2019). Jenazah disambut isak tangis oleh keluarga maupun para tetangga. Tak terkecuali ibu korban, Warsem (53), dan anak semata wayang korban, Wisnu Prayogi (11).
Nurhidayanti memilih menjadi TKI, setelah bercerai dari suaminya. Pasalnya, dia harus membiayai anak semata wayangnya yang saat itu masih balita.
Nurhidayati awalnya menjadi TKI ke Arab Saudi selama dua tahun. Setelah itu, memutuskan menjadi TKI ke Singapura pada 2013 lalu. Saat itu, dia bekerja selama tiga tahun, dan kembali ke kampung halamannya setelah habis masa kontraknya.
Setelah itu, Nurhidayati kembali berangkat ke Singapura melalui PT Ceger Sari Buana, dan bekerja di majikan yang berbeda. Di majikan tersebut, dia bekerja selama empat tahun. Semestinya, masa kontraknya berakhir pada Desember 2018.
“Nurhidayati harusnya pulang Desember kemarin. Tapi karena tidak punya uang, dia minta ke majikannya agar kontraknya diperpanjang sampai Agustus 2019,” kata Warsem.