Jumat, 05 Februari 2021 12:02

Pandemi COVID-19 Tingkatkan Suhu Panas Bumi

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ilustrasi.
Ilustrasi.

Peningkatan suhu ini terjadi karena lebih sedikit partikel jelaga dan sulfat yang berasal dari knalpot mobil dan pembakaran batu bara.

RAKYATKU.COM - Sebuah studi menunjukkan karantina wilayah (lockdown) selama pandemi COVID-19 ternyata malah meningkatkan suhu panas, meskipun kebijakan ini membuat udara menjadi lebih bersih.

Jurnal Geophysical Research Letters sebagaimana dilansir dari Associated Press, Jumat (5/2/2021), mengungkapkan dalam waktu yang singkat, suhu di beberapa tempat di Amerika Serikat bagian timur, Rusia, dan Tiongkok menjadi lebih hangat 0,3 hingga 0,37 derajat celcius.

Peningkatan suhu ini terjadi karena lebih sedikit partikel jelaga dan sulfat yang berasal dari knalpot mobil dan pembakaran batu bara. Partikel-partikel itu biasanya dapat mendinginkan atmosfer dengan memantulkan panas matahari.

Baca Juga : Inilah Keppres Penetapan Berakhirnya Status Pandemi Covid-19 di Indonesia

Secara keseluruhan, suhu di bumi menjadi 0,03 derajat celsius lebih hangat pada 2020 karena udara memiliki lebih sedikit aerosol pendingin. Namun, aeorosol itu tidak dapat terlihat sebagaimana karbon dioksida dalam polusi.

"Membersihkan udara sebenarnya dapat menghangatkan planet karena polusi (jelaga dan sulfat) menghasilkan pendinginan yang telah lama diketahui oleh para ilmuwan iklim,” kata penulis utama studi, Andrew Gettelman.

Dia adalah seorang ilmuwan atmosfer di Pusat Penelitian Atmosfer Nasional. Perhitungan tersebut berasal dari perbandingan cuaca pada 2020 dengan model komputer yang mensimulasikan 2020 tanpa pengurangan polusi dari penerapan lockdown.

Baca Juga : WHO Akhiri Status Darurat Kesehatan Global Covid-19

Gettelman mengatakan efek pemanasan sementara dari lebih sedikit partikel ini lebih kuat pada 2020 daripada efek pengurangan emisi karbon dioksida yang memerangkap panas.

Hal itu karena karbon tetap di atmosfer selama lebih dari satu abad dengan efek jangka panjang, sementara aerosol tetap di udara hanya sekitar seminggu.

Ilmuwan iklim NASA terkemuka, Gavin Schmidt, menegaskan bahkan tanpa pengurangan aerosol pendingin, suhu global pada 2020 memecahkan rekor panas tahunan.

Baca Juga : Presiden Jokowi: Budaya Gotong Royong Indonesia Bisa Lewati Pandemi Covid-19

Sumber: VOA Indonesia

#suhu bumi #lockdown #Pandemi Covid-19