Jumat, 28 Februari 2020 10:09

Inggris Larang Anak-anak Sundul Bola, Bagaimana Indonesia?

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ilustrasi.
Ilustrasi.

Mantan pemain Timnas Indonesia berdarah Maluku, Rochy Putiray, pernah tiga kali mengalami hilang ingatan ketika berebut bola hingga berbenturan

RAKYATKU.COM - Mantan pemain Timnas Indonesia berdarah Maluku, Rochy Putiray, pernah tiga kali mengalami hilang ingatan ketika berebut bola hingga berbenturan kepala dengan lawan mainnya.

Dia tak ingat persis tahun berapa saat itu, tetapi tiga peristiwa itu terjadi ketika dia membela tim nasional dan klub.

"Jadi misalkan di babak pertama itu saya masih ingat, tapi begitu berbenturan dengan pemain lawan seterusnya saya tidak ingat dan tidak tahu siapa yang menang di pertandingan. Tapi saya bisa terus main sampai selesai," ujar Rochy Putiray, Rabu (26/2/2020).

"Begitu pertandingan selesai sampai malam, normal lagi ingatan saya," sambungnya.

Karena tidak berefek panjang, pria berpenampilan nyentrik ini tak pernah memeriksakan diri ke dokter. Bahkan, setelah bertabrakan kepala dengan sesama pemain, ia terus bermain sepakbola.

"Periksa ke dokter tidak, karena tidak merasa pusing. Nomal saja."

"Tidak ada juga recovery, main bola terus."

Bagi pria berusia 49 tahun ini, teknik menanduk bola bisa dilakukan dengan aman dan tanpa menimbulkan cedera asalkan diterapkan secara benar. Pengalamannya, bagian kepala yang pas untuk gaya itu adalah pelipis atau dahi.

"Perlu teknik yang pas untuk bikin heading yang benar. Misalnya saya berbenturan dengan lawan bisa jidat atau pelipis karena itu bagian paling keras di kepala."

Dia juga mengatakan selama belum ada kajian atau penelitian khusus di Indonesia tentang dampak atau bahaya heading bagi kesehatan pesepak bola, tidak perlu dilarang.

"Karena belum ada kasus pemain bola jadi gila atau gegar otak. Jadi saya nggak begitu khawatir."

Direktur Teknis PSSI, Indra Sjafri, mengatakan induk sepak bola Indonesia memang belum mengadopsi aturan yang berlaku di Inggris, Skotlandia, dan Irlandia Utara.

Otoritas sepak bola di Inggris, Skotlandia, dan Irlandia Utara memang telah mengeluarkan panduan yang membatasi anak-anak menyundul bola dalam olahraga sepak bola.

Pembatasan ini berlaku dalam kelompok umur di bawah 18 tahun, sedangkan kelompok umur di bawah 12 tahun dilarang menyundul sama sekali.

Sedangkan bagi kelompok umur antara 12 hingga 16 tahun, akan dilakukan pendekatan berbeda-beda. Panduan ini akan segera diberlakukan, dan hanya berlaku untuk latihan.

Indra Sjafri setuju saja andai panduan itu diterapkan di Indonesia. Hanya, butuh pembahasan mendalam.

Namun demikian, sejak lama dia telah menyarankan kepada para pelatih agar tidak mengajarkan teknik itu ke anak-anak di bawah usia 12 tahun.

Selain karena secara fisik belum mumpuni, juga bisa menimbulkan trauma.

"Usia-usia itu kalau kita berikan hal-hal yang bikin trauma, akhirnya kita kehilangan potensi (pemain sepakbola) jadinya. Contoh, ada anak bagus disuruh latihan heading, sakit dia, nggak mau main bola. Siapa yang rugi?" ujar Indra Sjafri.

Dia berkata, khusus anak di usia enam sampai delapan tahun cukup dikenalkan dengan permainan sepak bola. Baru ketika umur menginjak 12-16 tahun bisa diajari teknik menanduk bola atau heading. Itupun, bola khusus anak-anak.

"Bisa pakai bola yang tidak keras, karena yang diajari kan tekniknya saja."

Manajemen Sekolah Sepak Bola (SBB) Camp 82 Jakarta, Rahmawati, mengatakan gaya menanduk bola tidak lagi diajarkan untuk anak-anak di bawah usia 12 tahun sejak ada larangan di berbagai negara dan lahirnya Filosofi Sepak Bola Indonesia (Filanesia) oleh PSSI dan dituangkan dalam buku Kurikulum Pembinaan Sepak Bola Indonesia pada November 2017.

Dalam kurikulum itu dikelompokkan beberapa fase latihan berdasarkan umur.

Untuk anak-anak usia enam sampai sembilan tahun disebut sebagai fase pengenalan, lalu fase pengembangan skill di rentang usia 10 sampai 13 tahun. Terakhir usia 14 sampai 17 tahun merupakan fase permainan.

"Dulu kan belum ada larangan, tapi karena ada perkembangan baru distop. Kalau dulu-dulu justru lebih keras latihannya daripada yang sekarang," tutur Rahmawati.

Di bawah naungan sekolah ini, ada 150-an anak yang dididik oleh lima pelatih profesional.

Ratusan anak itu kebanyakan berusia 12-13 tahun dan mulai diajari penguasaan bola.

Sedangkan untuk anak umur lima sampai 12 tahun hanya dikenalkan pada permainan sepakbola.

"Kalau 12 tahun, kita asumsikan dia sudah paham teknik dasar jadi sudah main ball possession."

Sumber: BBC Indonesia